TEMPO.CO, Jakarta--Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo menganggap langkah Gubernur DKI, Joko Widodo yang akan menghapus pajak buat warteg, tidak adil. Sebab, menurutnya pendapatan warteg bevariasi, kecil maupun besar.
"(Penghapusan pajak warteg) tidak fair karena ada warteg yang pendapatannya lebih besar dari restoran," katanya ketika dihubungi Tempo, Senin 7 Oktober 2013. Sedangkan selama ini restoran dikenakan pajak 21 persen.
Ia melanjutkan, pungutan pajak kepada warteg bisa dilakukan dengan kategorisasi warteg berdasarkan omset. "Warteg ada yang kecil, tapi ada juga yang omsetnya jutaan. Dinas Pendapatan Daerah lebih tahu soal ini."
Bagaimanapun, Agus menyebut, warteg menggunakan sumber daya seperti listrik, air, dan lahan parkir yang perlu dipertimbangkan. Jika pajak warteg dihapuskan, ia mengatakan, potensi penerimaan pajak DKI bakal berkurang karena warteg berjumlah ribuan.
Yang lebih parah, kata Agus, warteg secara informal tidak bebas pajak. "Ada pungutan dari preman. Jadi kalau Jokowi mau membebaskan pajak, beri jaminan tidak ada pungutan preman. Padahal, jika pemerintah mampu mengelola pajak warteg, hasilnya bisa dikembalikan untuk keperluan publik seperti santunan dan jaminan hari tua. Fungsi pajak kan untuk masyarakat juga."
Meski demikian, Agus menyerahkan keputusan akhir di tangan Jokowi. "Itu haknya kepala daerah. Kalau takut tidak populer, (warteg) tidak usah dipajaki. Kalau mau mengatur dengan baik dan fair ya dipajaki."
Seperti diberitakan sebelumnya, Jokowi bakal merevisi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang pajak restoran. Menurut peraturan ini, tarif pajak restoran ditetapkan 10 persen kepada wajib pajak berupa orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran dengan nilai penjualan melebihi Rp. 200 juta per tahun.
ATMI PERTIWI
Berita terkait:
Pemprov DKI: Potensi Pajak Warteg Kurang Potensial
Hapus Pajak Warteg, Jokowi Dianggap Cari Popularitas
Ramai-ramai Tolak Pajak Warteg
YLKI: Pajak Warteg Tidak Manusiawi