TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang pengumuman keputusan rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada hari ini, berbagai ekspektasi atas perubahan tingkat suku bunga acuan (BI rate) bermunculan. Pasar memperkirakan kondisi minus inflasi (deflasi) dan surplus neraca perdagangan yang dialami pada bulan September tidak mendorong ada kenaikan suku bunga patokan (BI Rate) dan malah tetap dipertahankan pada angka yang sama, yakni 7,25 persen.
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Fakhrul Aufa, memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan BI rate pada level yang sekarang guna mengantisipasi gejolak ekonomi dunia (eksternal) yang masih tetap tinggi. Belum berakhirnya krisis anggaran yang sedang menimpa pemerintahan Amerika Serikat (AS) dan ancaman pengurangan stimulus Bank Sentral AS (The Fed) dipastikan akan terus menekan nilai tukar rupiah.
“BI tampaknya cukup percaya diri menjaga BI rate tetap berada di level sekarang,” tuturnya ketika dihubungi, Selasa, 8 Oktober 2013.
Meskipun demikian, bagi Fakhrul, pernyataan apa pun terkait BI rate yang akan disampaikan BI pastinya akan mempengaruhi laju nilai tukar dan obligasi negara. Buktinya, selama sepekan terakhir, momentum deflasi berhasil membuat harga obligasi jangka pendek cenderung mengalami penguatan. “Yang paling realistis dalam kondisi sekarang tentu mempertahankan BI rate pada level yang ada,” ucapnya.
Pandangan senada juga diungkapkan analis PT Panin Sekuritas, Kalvin Lie. Menurut dia, di tengah rilis data-data perekonomian yang positif, akan terlalu berani bila BI malah kembali menaikkan BI rate. “Saat kondisi fundamental ekonomi belum juga membaik, kenaikan kembali BI rate hanya akan bersifat kontraproduktif bagi pertumbuhan,” tuturnya.
MEGEL JEKSON
Berita Terpopuler
Ini Aliran Transaksi Mencurigakan Akil Mochtar
Meski Dicekal, Atut Gelar Acara Persiapan Berhaji
Ibu Vicky Prasetyo Diperiksa Polisi
APBD Bocor Dinsinyalir Jadi Aset Keluarga Atut