TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Rosmaya Hadi, menyatakan penerapan sistem pembelian bahan bakar minyak bersubsidi menggunakan kartu khusus masih menunggu keputusan Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi dan Gas. “Bank Indonesia dan BPH Migas baru selesai membicarakan instrumen aturannya saja,” kata dia, Rabu, 9 Oktober 2013.
Sedangkan terkait apakah nantinya sistem ini menggunakan kartu khusus atau menggunakan kartu debit yang umum digunakan nasabah bank, Rosmaya menyatakan, keputusannya diambil BPH Migas. Menurut dia, ada sejumlah pilihan untuk diterapkan dalam sistem ini.
“Bisa pakai kartu debit biasa, atau kartu e-money seperti yang digunakan pada jalan tol, Transjakarta, atau Commuter Line,” katanya. “Mau yang mana yang dipakai, itu keputusan BPH Migas.”
September lalu, Bank Indonesia dan BPH Migas telah bertemu untuk membahas penerapan sistem ini. Pemerintah mengklaim kartu BBM untuk sistem pembelian nontunai bisa mengendalikan kuota konsumsi minyak agar tidak jebol.
Selain itu, pembelian BBM nontunai juga bertujuan memberantas praktek penyelundupan BBM. Kendati demikian, pemerintah belum bisa memastikan kapan sistem ini bisa diterapkan.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan kuota BBM bersubsidi sebanyak 48 juta kiloliter. Anggaran belanja subsidinya sebesar Rp 210,7 triliun atau meningkat dibandingkan anggaran subsidi tahun ini yang mencapai Rp 199,9 triliun.
Pemerintah optimistis jumlah kuota tersebut sudah mencukupi karena dilakukannya upaya pengendalian konsumsi dengan penerapan sistem RFID, kartu BBM, pengendalian penggunaan BBM untuk perkebunan dan pertambangan, serta konversi BBM ke bahan bakar gas.
PRAGA UTAMA
Berita Terpopuler:
Jawara, Ulama, dan Golkar dalam Dinasti Ratu Atut
KPK Geledah Kantor Adik Atut di Mega Kuningan
Adik Prabowo Tolak Rp 500 Miliar dari Jokowi
Airin Sebaiknya Jangan Pulang Dulu dari Amerika
Filosofi Permen ala Jokowi