TEMPO.CO, Surabaya - Sejumlah akademisi mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi lembaga independen dan mandiri dalam mengawasi penggunaan keuangan negara. Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Radian Salman, kemandirian BPK bisa diawali dengan menata kembali aturan dalam rekrutmen pimpinan lembaga negara ini. "Kasus yang menimpa Ketua Mahkamah Konstitusi hendaknya bisa menjadi momentum BPK menata ulang aturan proses rekrutmen anggotanya," kata Radian dalam Workshop Konsultasi Publik terkait revisi Undang-Undang BPK di Surabaya, Kamis, 10 Oktober 2013
Radian mengatakan, selama ini metodologi rekrutmen anggota BPK oleh DPD dan DPR belum diketahui secara jelas. Tidak ada informasi lengkap yang bisa diakses mengapa calon tersebut lolos dan mengapa tidak lolos. Menurut Radian, seharusnya dibedakan antara lembaga nominasi dan yang memilih. "Lembaga nominasi terdiri dari perwakilan DPD, perwakilan DPR, perwakilan pemerintah, serta wakil dari masyarakat," kata dia.
Hal yang sama juga dikemukakan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Ahmad Amien. Jangan sampai setelah memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap pemerintah daerah, kata Amien, kemudian kepala daerahnya tertangkap karena kasus korupsi. "Ini tentu tidak menyenangkan bagi BPK," ujar Amien.
Dengan transparansi rekrutmen, kata dia, ada kesempatan bagi publik untuk mengawal kompetensi calon anggota BPK. Amien yakin transparansi proses rekrutmen akan meminimalisasi masuknya kepentingan politik kekuasaan dalam rekrutmen tersebut.
Program Officer Kemitraan, Natalia Hera Setiyawati, mengatakan seharusnya rekrutmen BPK bisa mencontoh proses rekrutmen Komisi Pemberantasan Korupsi. BPK, kata dia, mempunyai posisi yang strategis dalam lingkup tata kelola keuangan negara. Sayangnya, kata Hera, kewenangan dan tanggung jawab tersebut tidak menghasilkan kinerja dan hasil yang optimal terhadap transparansi pengelolaan keuangan negara. "Kebocoran keuangan negara diperkirakan masih 40 persen dari APBN," katanya.
Untuk mendorong kemandirian BPK, sejumlah lembaga, seperti Jawa Pos Institut Pro-otonomi, Seknas Fitra, Masyarakat Transparansi Indonesia, Tranparansi Internasional Indonesia, dan ICW, melakukan advokasi di DPR untuk mereformasi Undang-Undang 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Kumpulan lembaga ini tergabung dalam Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK). Dengan perubahan UU itu, kata Hera, BPK dapat berperan secara konkret dalam upaya pemberantasan korupsi.
DAVID PRIYASIDHARTA