TEMPO.CO, Yogyakarta - Meski pembangunan pabrik penambangan pasir besi oleh PT Jogja Magasa Iron (JMI) lebih dulu dicanangkan di pesisir Pantai Kulon Progo, tapi Kementerian Perhubungan meminta agar pembangunan itu tak mengganggu penerbangan di bandar udara yang juga akan dibangun di kawasan itu.
“Jangan sampai pembangunan JMI itu mengganggu batas-batas yang dilarang oleh KKOP (kawasan keselamatan operasi penerbangan). Regulasinya kan jelas, siapa pun harus mengikutinya,” kata Sekretaris PT Angkasa Pura I Farid Indra Nugraha usai rapat percepatan bandara di ruang Sekretaris Daerah DIY, Jumat, 18 Oktober 2013.
Untuk memastikan kondisi keselamatan penerbangan, Kementerian Perhubungan akan mensurvei lapangan. “Kawasan keselamatan penerbangan masih menjadi titik sentral yang harus didiskusikan,” ujar Farid. Salah satu yang dipantau adalah masalah titik ketinggian. Misalnya, apakah cerobong dan kincir angin menganggu penerbangan atau tidak. “Makanya, izin penetapan lokasi (IPL) bandara belum turun karena ada informasi terkait PT JMI.”
Pada 24 Oktober 2013 akan ada pertemuan yang melibatkan PT JMI. Dalam pertemuan itu akan dibahas desain pembangunan pabrik, yang sahamnya juga dimiliki oleh Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman, meskipun masterplan tentang KKOP maupun PT JMI sudah tersedia. “Kira-kira yang akan dibangun JMI itu sesuai dengan lokasi yang diperbolehkan atau tidak. Detailnya ada pada KKOP,” kata Farid.
Direktur Operasional PT JMI Satya Graha Sumantri tidak mempersoalkan aturan itu. Pihaknya sudah bertemu dengan Angkasa Pura I. “Tidak masalah, baik zona satu, dua, tiga. Kami menyesuaikan dengan kebutuhan bandara,” kata Satya saat dihubungi Tempo.
Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY mengkritik Pemda DIY karena tak matang menyiapkan kajian calon lokasi bandar udara internasional di Kecamatan Temon, Kulonprogo. Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY, Arif Rahman Hakim, mengatakan diperlukan kajian lengkap bagi bandara baru di Kulon Progo--yang merupakan proyek besar pemerintah DIY. Misalnya, berhati-hati memastikan lokasi bandara. Sebab, proyek ini untuk kepentingan jangka panjang DIY. “Ini proyek bukan satu-dua tahun. Jadi, kajiannya harus beres,” kata dia.
Sebelumnya, Dewan meminta pemerintah DIY agar mendengar masukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tentang calon lokasi bandara baru yang masuk dalam peta rawan bencana. Anggota Komisi A DPRD DIY, Arif Noor Hartanto, mengatakan pemerintah DIY sebaiknya mencocokkan hasil penelitian UGM dengan peta rawan bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY. “Penelitian UGM bisa menjadi bahan sandingan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah,” kata Arif Noor.
PITO AGUSTIN RUDIANA | SHINTA MAHARANI