TEMPO.CO, Bekasi - Di Kabupaten Bekasi, pemerintah setempat mencatat 150 orang menderita penyakit talasemia. Demi mengurangi risiko mendapatkan keturunan yang juga menderita talasemia, Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi bekerja sama dengan Kementerian Agama.
Jika ditemukan calon pasangan suami-istri sama-sama menderita talasemia, dianjurkan membatalkan pernikahannya. "Penderita talasemia jika menikah dengan yang mempunyai penyakit sama, kemungkinan 25 persen mempunyai keturunan dengan penyakit itu," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Moehamansyah Bostari, Jumat, 25 Oktober 2013
"Tetapi, kalau sudah saling suka sama suka, terserah yang bersangkutan. Kami tidak dapat memaksa." katanya.
Boestari mengatakan, gejala penyakit ini bervariasi, bisa anemia, pembesaran limpa dan hati, atau pembentukan tulang muka yang abnormal. Talasemi ditandai dengan gangguan dan ketidakmampuan memproduksi eritrosit dan hemoglobin.
"Sebulan sekali, penderitanya harus transfusi darah, karena belum ada obat maupun pencegahannya," kata Boestari, Jumat, 25 Oktober 2013.
Selama ini, kata dia, penanganan penderita talasemia di Kabupaten Bekasi dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Sebab, di rumah sakit setempat belum ada perlengkapan yang mendukung. "Sekarang sudah ada. Kami menjalin kerja sama dengan Rumah Sakit Karya Medika 1 Cibitung," ujarnya.
Boestari menambahkan, selain kerja sama dengan Kementerian Agama, pihaknya membentuk Persatuan Orang Tua Penderita Talasemia (POPTI) Kabupaten Bekasi.
Pembentukan itu diharapkan bisa memberikan edukasi dan penyuluhan bagi pasangan yang akan menikah, khususnya penderita talasemia agar anaknya tidak terjangkit penyakit tersebut. "Karena penyakit talasemia merupakan penyakit keturanan dan tidak bisa diobati maupun dicegah," katanya.
ADI WARSONO