TEMPO.CO, Jakarta -Kopi Gayo, Aceh, lebih banyak memenuhi pasar ekspor. Akibatnya harga kopi arabika dari dataran tinggi itu ditentukan sesuai dengan harga internasional. Harganya pun dinilai rendah karena yang diekspor biji kopi, bukan kopi siap seduh. “Sangat sedikit yang diolah lalu dikonsumsi oleh masyarakat di Gayo,” kata pengusaha Kopi Gayo, Zumara W. Kutarga, dalam dialog tentang kopi Gayo di Gedung Nusantara V MPR RI, Jumat sore, 25 Oktober 2013.
Menurut dia, sangat sedikit masyarakat di daerah penghasil kopi Gayo yakni Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Luwes maupun di Aceh secara keseluruhan yang mengkonsumsi kopi arabika. “Masyarakat Aceh lebih banyak meminum kopi robusta,” ujarnya. Saking tingginya konsumsi kopi robusta, pengusaha kopi di Aceh sampai memasoknya dari luar daerah, antara lain dari Lampung.
Hal ini membuat petani kopi terpaksa pasrah pada harga internasional. Hal itu, menurut Zumara, tidak menguntungkan petani. Jika kopi sedang panen dan membanjir, harga kopi menjadi anjlok. Padahal, ia mengatakan, jika masyarakat lokal meminum kopi arabika Gayo, semua kopi itu akan terserap dan mendapatkan harga tinggi.
Salah seorang penanggap diskusi itu, Apriandi, juga mempertanyakan harga kopi yang tidak bisa diproteksi pada saat produksi melimpah. Salah satunya karena sistem resi gudang tidak berjalan. “Bagaimana regulasi terhadap kasus ini,” kata dia.
Menanggapi hal itu, Bupati Bener Meriah, Ruslan Abdul Gani, mengakui sistem resi gudang memang selama ini tidak berjalan. Namun, ia mengatakan pihaknya sedang menyiapkan sistem resi gudang yang baru. Dengan sistem resi gudang, biarpun produksi melimpah, harga kopi petani bisa diproteksi sehingga tidak anjlok. “Kopi dari petani bisa dibeli dan disimpan di gudang,” katanya.
Menurut dia, dulu masyarakat punya kearifan lokal sendiri merespon membanjirnya produksi ini. “Masyarakat tidak langsung menjual, tapi menyimpan dulu.” Kalau harga sudah stabil dan produksi tidak lagi melimpah, baru kopi itu dijual.
Dialog Kopi ini bagian dari pameran kopi yang diikuti sejumlah pengusaha kopi Gayo di Gedung MPR pada 25 Oktober. Pembicara lain dalam diskusi ini adalah Yustinus Sunyoto dari Gayo Cuppers Team, organisasi profesi penguji cita rasa kopi Gayo.
Selain diskusi, dalam rangkaian kegiatan ini juga disuguhkan baca puisi dan pertunjukan seni tradisi Gayo, didong yang berlangsung semalam suntuk. Pertunjukan didong diawali dengan pemukulaan bantal kecil properti didong secara ritmis sesuai irama seni pertunjukan itu oleh Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid bersama sejumlah tokoh masyarakat/pejabat daerah Gayo.
MUSTAFA ISMAIL