TEMPO.CO, Banyuwangi - Gedung Wanita Paramitha Kencana di Banyuwangi, Jawa Timur, seolah menjadi museum mini. Berbagai benda cagar budaya, seperti arca, keramik, dan artefak lainnya, tersaji di bagian tengah dan di bilik-bilik kaca dalam gedung yang berdiri di atas tanah seluas 5.000 hektare itu.
Puluhan pelajar sekolah dasar hingga mahasiswa datang silih berganti. Mereka menyaksikan benda-benda purbakala warisan para pendahulu itu secara antusias. Di sudut lain, sekelompok pemuda menyaksikan pemutaran film dokumenter dan berdiskusi tentang arkeologi.
Apa yang sedang berlangsung di Gedung Wanita Paramitha Kencana itu merupakan suasana Pameran Kepurbakalaan yang digelar Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, Jawa Timur. Acara dihelat bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi. Pameran digelar sejak Selasa kemarin, 29 Oktober hingga 1 November mendatang.
Ketua Panitia Pameran Kepurbakalaan 2013 Nur Aini mengatakan, ada 78 benda cagar budaya koleksi BPCB Trowulan yang dipamerkan. Benda-benda ini merupakan peninggalan dari masa prasejarah, klasik, Islam dan kolonial. "Namun, sebagian besar koleksi berasal dari era klasik Majapahit," kata dia, Rabu, 30 Oktober 2013.
Pada masa prasejarah, koleksi yang dipamerkan antara lain berbagai artefek, seperti beliung, serpih, dan perkakas rumah tangga lainnya. Dari masa klasik Hindu-Budha, didominasi koleksi arca, seperti Arca Dewa Syiwa dan Stupika. Sedangkan dari masa kolonial tersaji sejumlah keramik dari Eropa.
Arkeolog BPCB Yanti Muda Oktaviana menjelaskan, koleksi yang dipajang dalam pameran merupakan benda-benda kepurbakalan yang ditemukan di berbagai daerah di Jawa Timur. Pameran serupa pernah dilangsungkan di Banyuwangi pada 1987 lalu. Kini, Kabupaten Banyuwangi kembali dipilih sebagai tuan rumah karena peninggalan cagar budayanya termasuk banyak.
Menurut Yanti, Banyuwangi memiliki situs sejarah yang lengkap, mulai era prasejarah, klasik, Islam hingga kolonial. Ancaman perusakan terhadap situs-situs sejarah di Banyuwangi semakin tinggi pula. "Masyarakat dan pemerintah daerah harus didorong supaya lebih peduli pada cagar budaya," ujar Yanti.
Yanti menjelaskan pula bahwa BPCB Trowulan telah mengindentifikasi 12 situs sejarah di Banyuwangi. Namun, dua di antaranya, yakni Situs Gumuk Klinting dan Situs Gumuk Emas, yang merupakan peninggalan Hindu-Budha abad ke-IX, telah rusak karena kini jadi lokasi tambak udang.
Pengunjung tak perlu bingung untuk mengenal benda-benda koleksi pameran. Sebab, BPCB menyediakan lima pendamping yang menjelaskan fungsi dan sejarah setiap benda koleksi yang dipamerkan.
Bahkan, di sekeliling tembok gedung dilengkapi bacaan yang menjelaskan tahapan kehidupan manusia, mulai masa terbentuknya bumi, munculnya kehidupan, evolusi manusia berdasarkan teori Darwin, masa prasejarah, masa klasik Hindu-Budha, masa Islam, hingga kolonial.
Foto-foto situs sejarah di Banyuwangi, seperti Situs Umpak Songo, Gumuk Jaddah, Gumuk Kantong, dan Inggrisan, juga ditampilkan supaya pengunjung lebih mengenali situs di daerahnya.
Salah seorang pengunjung, Herpiana Herawati, mengatakan senang berkunjung di pameran tersebut. Dia mengatakan tak perlu datang jauh-jauh ke Mojokerto untuk mengetahui koleksi Museum Trowulan. "Pamerannya bagus," ucap mahasiswa sejarah salah satu perguruan tinggi di Banyuwangi itu.
Menurut Herpiana, pameran tersebut seharusnya diadakan setiap tahun. Selain sebagai hiburan bagi masyarakat, pameran kepurbakalaan bisa meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap sejarah daerahnya.
IKA NINGTYAS