TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Kiagus Badaruddin, mengaku pihaknya sudah mendapat laporan transaksi keuangan mencurigakan pada rekening milik Kepala Subdirektorat Ekspor-Impor Dirjen Bea dan Cukai, Heru Sulastyono, sejak 2012 lalu. Laporan itu diberikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan diterima Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. "Sejak menerima laporan itu, Irjen sudah mulai meneliti, tapi kan prosesnya lama," kata dia di kantornya, Kamis, 31 Oktober 2013.
Inspektorat Jenderal, ujar Kiagus, memang tengah menyoroti jumlah harta yang dimiliki Heru. Sepengetahuan dia, pada 2011, Heru melaporkan jumlah harta kekayaannya hanya sekitar Rp 1,2 miliar. "Karena dia melapornya segitu, kami tahunya segitu," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga belum pernah mendapat laporan masyarakat terkait dugaan rekening gendut Heru. Inspektorat, ujar dia, tengah mencocokkan laporan harta kekayaannya dengan fakta yang ditemukan kepolisian ataupun PPATK.
Selasa lalu, Heru Sulatyono ditangkap Bareskrim Mabes Polri. Dia dicokok karena diduga menerima suap Rp 11,4 miliar dari seorang pengusaha bernama Yusran Arif. Selain uang, Yusran memberikan dua mobil, yaitu Nissan Terrano dan Ford Everest. Kemudian, diketahui Heru memiliki akumulasi transaksi di rekeningnya hingga Rp 60 miliar.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dibuat pada 22 Juni 2011 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Heru menyebutkan jumlah kekayaannya hanya Rp 1.278.106.877 dan US$ 20 ribu. Harta tersebut terdiri atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp 389.236.000.
Dia juga memiliki tiga mobil, yakni Nissan Terrano, Toyota Kijang Innova, dan Toyota Kijang tahun 1999. Seluruh mobil tersebut ditaksir berharga Rp 475 juta. Adapun harta bergerak lainnya berupa logam mulia dan lain-lain senilai Rp 350 juta, giro setara kas Rp 63.870.877, dan uang sebesar US$ 20 ribu.
Jumlah harta tersebut amat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah uang yang mengendap di rekeningnya. Menurut sumber Tempo, sepanjang 2009-2012, PPATK mencatat aliran ke sejumlah rekening Heru, yang mencapai Rp 60 miliar.
Sebetulnya, kata Kiagus, pejabat negara tidak dilarang untuk memiliki harta berlimpah. "Kita tidak melarang orang untuk jadi kaya," ucapnya. "Tapi, yang jadi catatan adalah apakah kekayaan itu diperoleh dengan cara yang sah atau tidak. kalau dia dapat warisan dari orang tuanya kan tidak masalah."
Secara terpisah, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Vincentius Sonny Loho menjelaskan, proses pemeriksaan sumber kekayaan Heru butuh proses panjang. Laporan yang diberikan PPATK, menurut dia, hanya berupa laporan transaksi yang tidak sesuai dengan profil Heru. Setelah menerima laporan itu, dia mengklaim, pihaknya langsung memeriksa Heru pada 2012.
"Tapi, yang agak rumit dan lama adalah proses pembuktian transaksi di rekeningnya itu sumbernya dari mana, hubungannya apa dengan pekerjaannya." Belum lagi, kata dia, transaksi berjumlah besar bisa berasal dari transaksi penjualan mobil atau rumah. Soal aliran dana pun, Inspektorat menemui kendala dalam menelusuri sumber dana yang masuk ke rekening heru. "Kan, bisa saja dari keluarganya."
Saat ini Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan tengah memfinalisasi penetapan hukuman yang akan dijatuhkan pada Heru. "Nanti setelah selesai kami serahkan ke Menteri," kata Sonny. Bentuk hukuman yang akan dijatuhkan akan berupa hukuman disiplin. Hukuman ini berbeda dengan proses hukum yang dijalani Heru di kepolisian.
PRAGA UTAMA
Topik Terhangat:
Suap Bea Cukai | Buruh Mogok Nasional | Suap Akil Mochtar | Misteri Bunda Putri | Dinasti Banten
Berita Terpopuler:
Detik-detik Menegangkan Penangkapan Heru
Soal Lurah Susan, Menteri Gamawan Pasrah
Kekayaan Prabowo Lebih dari Rp 1,6 Triliun
Tolak Ahok, PPP Dinilai Mirip Anak Kecil
Polisi Penangkap Heru Teman Sekelas di SMA