TEMPO.CO, London - Wakil Presiden Boediono mengungkapkan reformasi birokrasi menjadi prioritas programnya di tahun terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. “Tugas saya yang paling penting di tahun terakhir adalah merampungkan program reformasi birokrasi,” kata Boediono dalam pertemuannya dengan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia di London, Inggris, Rabu malam waktu setempat atau Kamis pagi WIB.
Reformasi ini penting sebagai bagian dari tantangan besar mengkonsolidasikan demokrasi dan meningkatkan standar tata kelola pemerintahan. Pernyataan ini juga digarisbawahi Wakil Presiden ketika memberi kuliah umum di Blavatnik School of Government, Universitas Oxford, Rabu sore. Bagi Indonesia, kata Boediono, pembenahan birokrasi sangat vital untuk melanjutkan pencapaian di bidang ekonomi dan politik selama ini. “Kami telah membuat cetak biru reformasi birokrasi hingga tahun 2025,” katanya.
Kuliah umum itu diikuti oleh 160 mahasiswa Oxford, termasuk 10 mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di universitas ternama tersebut. Sedangkan pertemuan dengan Organisasi Masyarakat Sipil diikuti oleh 28 aktivis lembaga swadaya masyarakat yang akan mengikuti Open Government Partnership Summit pada Kamis dan Jumat ini. Pertemuan puncak ini menghimpun 60 negara pendukung pemerintahan terbuka.
Open Government Partnership merupakan inisiatif baru multilateral yang bertujuan mendorong pemerintah berkomitmen mempromosikan transparansi, memberdayakan warga negara, memerangi korupsi, dan memanfaatkan teknologi baru untuk memperkuat pemerintahan. Aliansi kemitraan pemerintahan terbuka ini diawasi oleh sebuah komite pengarah perwakilan tiap pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Di Indonesia, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto berperan sebagai “dirigen” Open Government Indonesia.
Dalam kuliah umum yang dimoderatori Dekan Blavatnik School of Government Profesor Ngaire Wood itu, Boediono menyodorkan tema “Transformasi Indonesia: Tantangan Tata Kelola Pemerintahan dan Pembangunan Ekonomi”. Wapres mengawali kuliah dengan memberikan latar belakang sejarah Indonesia modern yang telah melampaui tiga pergantian rezim, yakni dari demokrasi parlementer menuju demokrasi terpimpin di akhir 1950-an, dari Orde Lama ke Orde Baru di pertengahan 1960-an, dan dari Orde Baru ke era Reformasi pada 1998. Pada perubahan yang terakhir, Indonesia telah berhasil melampaui masa-masa kritis perubahan rezim otoriter ke demokrasi. Ini semua ditempuh, dan bermula, justru dalam situasi sulit krisis finansial yang melanda Asia.
Dari sisi politik