TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang adanya dana siluman Rp 1,368 triliun dalam APBD 2013 belum bisa masuk ke ranah hukum. Perlu ada pemeriksaan terlebih dulu oleh Inspektorat Provinsi DKI Jakarta.
"Supaya diketahui apakah itu hanya maladministrasi atau memang ada unsur kesengajaan," katanya dalam konferensi pers setelah Seminar dan Lokakarya Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korupsi di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2013.
Menurut Bambang, temuan itu belum bisa menjadi bukti terjadi pelanggaran hukum, apalagi tindak pidana korupsi. "Harus jelas dulu. Kalau tidak jelas nanti menjeratnya menggunakan pasal apa?" ujar dia.
Dalam penelitian terhadap anggaran empat SKPD pada APBD 2012, BPKP menemukan adanya anggaran yang muncul tiba-tiba tanpa melalui proses pembahasan. Jumlahnya sekitar Rp 1,068 triliun. Keempat dinas itu adalah Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum. Ada pula anggaran yang sebelumnya sudah dicoret sebesar Rp 395 miliar, tapi kemudian muncul kembali.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Dien Emmawati mengakui ada anggaran kesehatan yang tiba-tiba muncul ketika APBD 2012 disahkan. "Ada anggaran Rp 4,5 miliar untuk digital interactive display di puskesmas, tetapi itu tidak kami realisasikan," ujar Dien kepada Tempo, ketika dihubungi, Rabu.
Menurut dia, Dinas Kesehatan tak mau mengambil risiko melaksanakan anggaran yang tak jelas rimbanya. Dia juga meminta agar BPKP dan KPK memperjelas kategori anggaran siluman yang dimaksud. "Kalau tidak dilaksanakan kan uangnya dikembalikan, harus jelas supaya fair," kata Dien. Catatan penggunaan anggaran itu, menurut dia, bisa dilihat melalui Badan Pengelola Keuangan Daerah.
Sementara itu, anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Andhika, mengatakan pengajuan anggaran haruslah berasal dari eksekutif. DPRD bisa saja menambah sejumlah mata anggaran dalam APBD. "Tetapi itu pun harus berdasarkan surat resmi dari dinas yang membutuhkan," katanya ketika dihubungi, Rabu.
Menurut dia, adanya tambahan saat pembahasan anggaran dengan DPRD adalah hal yang wajar terjadi. "Yang penting itu diajukan berdasarkan surat resmi eksekutif. Kalau tiba-tiba muncul baru mencurigakan. Silakan ditelusuri," kata Andhika.
Selain itu, dia melihat adanya kekurangan sistem pembahasan anggaran antara lembaga eksekutif dan legislatif. "Seharusnya Komisi C yang menangani keuangan ikut terlibat membahas anggaran sebelum masuk ke pembahasan di tiap komisi terkait. Nyatanya sekarang semua fungsi itu dikerjakan oleh Banggar," ujarnya.
ANGGRITA DESYANI
Topik Terhangat:
Suap Bea Cukai | Buruh Mogok Nasional | Suap Akil Mochtar | Misteri Bunda Putri | Dinasti Banten
Berita Terpopuler:
Detik-detik Menegangkan Penangkapan Heru
Soal Lurah Susan, Menteri Gamawan Pasrah
Kekayaan Prabowo Lebih dari Rp 1,6 Triliun
Tolak Ahok, PPP Dinilai Mirip Anak Kecil
Polisi Penangkap Heru Teman Sekelas di SMA