TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta meluncurkan wahana wisata lampu di Jalan Malioboro, Kamis, 31 Oktober 2013. Wahana lampu ini terdiri dari lampu sorot gantung untuk menyinari 40 bangunan cagar budaya di sepanjang jalan kawasan itu kala malam. Selain itu, ada juga sekitar 30 lampu sorot duduk yang ditempatkan pada wadah batu setinggi setengah meter yang ditanam di trotoar sisi barat jalan.
Dari pengamatan Tempo, lampu yang mulai dioperasikan adalah lampu sorot duduk yang membujur dari pangkal utara Jalan Malioboro (simpang Jalan Pasar Kembang) hingga depan Mal Malioboro. “Untuk lampu sorot duduk ini baru seperempat bagian dari Jalan Malioboro yang dibangun tahap awal. Rencananya, sampai depan Pasar Beringharjo nanti akan dipasang,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Malioboro Syarif Teguh.
Baca Juga:
Pemasangan lampu ini merupakan tahap awal proyek Yogya City Beauty Vacation. Dalam program itu, wajah Malioboro menjadi prioritas pembenahan. Pada tahap awal, Pemerintah Kota Yogya mendapat gelontoran dana dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 800 juta. “Proyek ini ditargetkan selesai pertengahan tahun depan.”
Masalahnya, sebagian besar bangunan lawas itu kondisi fisiknya memprihatinkan. Misalnya, Perpustakaan Daerah, gedung Kimia Farma, bangunan toko di ujung utara Malioboro, Pasar Beringharjo, dan gereja GPIB di Ngejaman. “Sebagian bangunan cagar budaya ini cat dindingnya sudah kusam dan mengelupas karena cuaca. Kalau disorot malah jadi kelihatan jelek,” kata dia. Bahkan ada sejumlah bangunan tua itu yang kosong.
Bangunan lawas itu pun tertutup reklame atau nama toko. “Kalau ada reklame disorot lampu malah yang terlihat iklan tokonya, bukan bangunan tuanya,” kata Syarif. Dia akan minta bantuan Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta untuk menginventarisasi toko di Malioboro yang masih memasang reklame menyalahi ketentuan ukuran dan posisi.
Anggota Komisi A DPRD Kota Yogyakarta, Bambang Anjar Jalumurti, menuturkan penataan reklame di Malioboro mestinya jadi perhatian khusus, karena area itu merupakan ikon Kota Yogyakarta. Menurut Bambang, penataan reklame sebagai kebijakan khusus pemerintah akan menjamin lebih pasti konsep penataan wisata. “Melalui kebijakan yang jelas, akan ditentukan apa Malioboro akan bebas reklame sepenuhnya atau reklame yang lebih sesuai mendukung wisata,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO