TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan mengaku pernah mengecek harga alat-alat operasi di rumah sakitnya ke distributor. Temuan mereka mengejutkan. “Harganya digelembungkan hingga 300 persen,” kata seorang dokter yang tidak mau disebut namanya.
Harga alat yang sebagian besar produk Cina itu dinilai tak sebanding dengan kualitasnya. Beberapa alat operasi itu bahkan tak pernah dipakai sejak dibeli tahun 2011 karena rusak.
Dokter itu bercerita, seorang dokter di rumah sakitnya menemukan monitor derap jantung yang salah membaca kondisi jantung pasien. “Jantung sehat malah dinyatakan sakit,” katanya.
Kepala Pengadaan RSUD Tangerang Selatan, Surjana, menolak bertanggung jawab dalam proyek pembelian alat kesehatan itu. Pembelian alat, ujar dia, sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang berada di bawah kantor Wali Kota. “Kami hanya setor spesifikasinya,” kata dia. Namun Surjana membenarkan alat-alat itu memang lebih banyak buatan Cina.
Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, Dadang, menolak menanggapi tudingan alat kesehatan di wilayahnya berkualitas rendah. “Saya belum bisa komentar,” katanya kepada Tempo.
Sementara itu, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, penyidik KPK belum menyelesaikan rumusan penyidikan kasus alat kesehatan Banten dan Tangerang Selatan. "Masih dalam proses penyelidikan. Kami belum menemukan dua alat bukti yang cukup," ujar Johan saat menggelar konferensi pers, Kamis pekan lalu.
Akan tetapi, Johan mengatakan, ada beberapa pasal yang bisa digunakan. "Mungkin dalam proses nanti Kami temukan kick back atau mark-up," katanya. Ia menjelaskan, kick back atau suap salah satunya diterangkan dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pasal mark up dijelaskan pada Pasal 2 dan 3 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tengah merumuskan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk kasus dugaan pengadaan alat kesehatan di Banten dan Kota Tangerang Selatan. Penyidik mengkaji pasal yang akan digunakan untuk memastikan pihak yang bertanggung jawab dalam proyek bernilai miliaran rupiah tersebut. "Kajian lebih lanjut untuk membuktikan unsur-unsur rumusan sprindik," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya kemarin.
Bambang menjelaskan, perumusan sprindik oleh tim KPK belum mengarah pada keterlibatan orang-orang tertentu dalam kasus alat kesehatan. "Kami belum sampai membicarakan siapa calon tersangkanya," ujarnya. Ia enggan mengungkapkan pasal yang bakal diterapkan dalam pengusutan kasus proyek alat kesehatan di Banten dan Kota Tangerang Selatan itu. Dia juga menolak menjelaskan pasal yang dipakai itu penyalahgunaan kewenangan atau suap.
KPK mulai mengusut proyek alat kesehatan di Provinsi Banten setelah ditangkapnya Tubagus Chaeri Wardana, adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Chaeri ditangkap karena diduga terkait dengan kasus suap sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten. Sejumlah orang dekatnya ikut dicekal, termasuk M. Awaluddin (baca pula: Wawan Disebut Angkat Office Boy Jadi Direktur)
FEBRIANA FIRDAUS, NUR ALFIYAH, MUHAMMAD RIZKI, RUSMAN PARAQBUEQ (BANTEN)