TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus suap proyek PLTU Tarahan, Lampung, Izedrik Emir Moeis, datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, 4 November 2013, untuk mengembalikan barang bukti. Namun, ia tak menyebut barang bukti apa yang dimaksud. "Ini hanya mengembalikan barang bukti saja," kata dia sebelum masuk gedung KPK, di Jalan Rasuna Said, Jakarta.
Kasus suap dalam pembangunan PLTU Tarahan ini membuat KPK harus menerbangkan penyidik ke Amerika Serikat dan Jepang. Di sana, penyidik meminta keterangan dari perusahaan asing yang diduga kuat terlibat. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada Agustus lalu mengatakan pengakuan tersangka kepada penyidik KPK membuat kasus ini lebih mudah ditangani.
Bambang membenarkan kasus ini menyangkut bisnis dan korporasi besar di Jepang. "Ini kasus yang melibatkan kalangan internasional," ujar dia.
KPK menetapkan Emir sebagai tersangka pada 26 Juli 2012 karena menerima hadiah atau janji terkait proyek ini. Ia diduga menerima uang US$ 300.000 (sekitar Rp 3 miliar). Pada pemeriksaan pertama kali, KPK langsung menahannya.
Politikus PDI Perjuangan itu disangka melanggar Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 atau Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
PT Alstom Indonesia--perusahaan yang berinduk di Amerika Serikat--memenangkan tender pembangunan PLTU Tarahan. Seorang sumber menyebut korporasi A dari Amerika dan korporasi M dari Jepang sebagai rekanan Emir.
MUHAMAD RIZKI
Terpopuler