TEMPO.CO, Kupang - Sedikitnya 112 kepala keluarga (KK) dari Desa Lohayong dan Wulublolong, Kecamatan Solor Timur, Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengungsi setelah kedua desa itu terlibat bentrokan pada 5 November 2013.
"Warga mengungsi ke desa tetangga pasca-bentrokan," kata Wakil Bupati Flores Timur, Valens Tupen, yang dihubungi Tempo, Rabu, 6 November 2013.
Ratusan warga dua desa itu mengungsi ke Desa Podor di Pulau Solor karena rumah mereka dibakar oleh warga desa yang terlibat bentrokan. "Mereka mengungsi untuk menyelamatkan diri," katanya.
Pemicu bentrokan antar-dua desa ini adalah masalah perbatasan yang sudah terjadi sejak lima tahun lalu. Problem lama ini kembali memanas karena rencana pembangunan gedung di lokasi sengketa.
Warga Desa Lohayong telah mengumpulkan batu di lokasi sengketa untuk membangun gedung, tetapi batu itu diangkut oleh warga Desa Wulublolong untuk membangun sekolah di tempat yang sama. Akibatnya bentrokan antarwarga pun tak terhindarkan. "Rencana pembangunan di lokasi itu yang memicu perselisihan antarwarga," katanya.
Akibat bentrokan itu, tiga warga dari dua desa tewas. Satu korban tewas terkena panah saat pecah bentrokan, 5 November lalu. Adapun seorang ibu yang sedang sakit meninggal di rumahnya setelah dibakar warga, sementara seorang ibu lainnya yang belum diketahui identitasnya juga meninggal karena syok. "Sudah tiga korban tewas," katanya.
Pemerintah daerah telah mengirimkan bantuan tanggap darurat ke lokasi bentrokan, seperti makanan siap saji dan tenda, serta berkoordinasi dengan kepolisian untuk meningkatkan keamanan di daerah itu. "Saya yakin tidak akan terjadi bentrokan susulan lagi," katanya.
Saat ini pemerintah daerah belum bisa menyelesaikan masalah sengketa perbatasan kedua desa itu karena situasinya belum kondusif. Pemerintah hanya berupaya untuk melakukan rekonsiliasi untuk meredakan situasi di wilayah tersebut. "Aman dulu baru kami akan bahas soal sengketa perbatasan kedua desa itu," katanya.
YOHANES SEO