TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Awi Setiyono mengatakan, penanganan kasus tabrak lari dengan tersangka Anggara Putra Trisula, 21 tahun, yang dilakukan penyidik Kepolisian Resor Sidoarjo sudah profesional dan proporsional.
Awi juga membantah tudingan adanya perlakuan istimewa terhadap putra bungsu Brigadir Jenderal Polisi (purn) Totok Sudharto, pensiunan pejabat Mabes Polri tersebut. ”Polres Sidoarjo sudah menjalankan tugasnya secara profesional dan proporsional,” kata Awi kepada Tempo, Rabu, 6 November 2013.
Awi juga menegaskan tidak ada perlakuan istimewa terhadap Anggara. Setelah terjadi peristiwa tabrakan di halaman SMA Hang Tuah 2 Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, pada 31 Oktober 2013, polisi sudah mulai melakukan penyelidikan, dan pada 3 November 2013, polisi bisa mengidentifikasi pelaku dan alamatnya.
Adanya selang waktu tiga hari setelah terjadi kecelakaan, menurut Awi, karena pada saat yang sama seluruh personel kepolisian all out mengamankan unjuk rasa buruh. Setelah mendapat laporan, polisi pun menuju ke lokasi kejadian, tapi sudah tidak menemukan apa pun. Karena itu, polisi pun harus mengumpulkan barang bukti satu per satu. Demikian pula dengan pemanggilan saksi.
Polisi juga meminta keterangan korban yang dirawat di rumah sakit. Karena itu, diakui Awi, polisi membutuhkan waktu relatif lama. Hingga kemudian, 10 orang dipanggil sebagai saksi pada 4 November 2013. "Penyidik harus konfirmasi satu-satu, harus dirunut," ujar Awi.
Setelah negosiasi dengan orang tua pelaku, disepakati pemeriksaan akan dilakukan pada Rabu, 6 November 2013. Namun, ternyata orang tua mengantarkan Anggara pada Senin, 4 November 2013. Menurut keterangan pihak orang tua, Anggara mengalami stres dan depresi akibat pemberitaan tentang kasus tersebut. Anggara kemudian memutuskan menghadap polisi lebih cepat. "Setelah diperiksa, malam itu juga jadi tersangka dan ditahan," ucap Awi.
Awi juga mengakui bahwa Anggara ditahan di sel Satuan Lalu Lintas. Alasan yang dikemukakan Polres Sidoarjo, ruang tahanan biasa sudah overload. Namun Awi memastikan semua proses sudah sesuai prosedur dan tidak ada intervensi dari orang tua Anggara. "Kalau ada intervensi, enggak jadi tersangka," tutur Awi.
Praktisi hukum Universitas Airlangga Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana, tetap menilai bahwa Anggara mendapat perlakuan istimewa dari polisi. "Kalau yang nabrak orang biasa, kemarin-kemarin sudah diringkes," kata Wayan.
Menurut Wayang, ada indikasi tebang pilih dan perlakuan yang tidak sama dibandingkan dengan pelaku tabrakan dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas. Selain itu, meski tidak ada intervensi secara langsung, pasti ada ewuh pakewuh antara Polres Sidoarjo dengan orang tua Anggara. Bahkan, kalau tidak ramai diberitakan pers, bisa jadi kasus Anggara menguap begitu saja.
Alasan tahanan umum overload dinilai Wayan terlalu dibuat-buat. Sebab, kalau memang benar ruang tahanan penuh, penahanan Anggara bisa dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Medaeng. Dengan demikian, perlakuan istimewa terhadap Anggara tidak terbantahkan.
AGITA SUKMA LISTYANTI