TEMPO.CO, Surakarta - Industri farmasi nasional bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015. Persiapan yang dilakukan lebih banyak ke peningkatan kemampuan teknologi agar bisa bersaing dengan industri farmasi asing.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Johannes Setijono mengatakan peningkatan teknologi berguna untuk efisiensi produksi. "Peningkatan teknologi harus disegerakan," ujarnya dalam pembukaan rapat kerja nasional GP Farmasi di Surakarta, Kamis, 7 November 2013. Menurut dia, beberapa tahun terakhir, industri farmasi sudah berinvestasi Rp 1,5-2 triliun untuk meningkatkan kapasitas produksi.
Johannes mengatakan, selama ini pangsa pasar farmasi di Indonesia sudah dikuasai industri dalam negeri. Dari nilai pasar sebesar Rp 47 triliun pada 2012, 70 persen di antaranya milik industri farmasi dalam negeri. Sedangkan di di Asia Tenggara, rata-rata penguasaan pasarnya berimbang antara industri dalam negeri dan asing. "Bahkan ada negara yang pasar farmasinya dikuasai asing," katanya.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam rekaman video yang khusus diputar pada pembukaan rapat kerja nasional GP Farmasi mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, nilai investasi industri farmasi sebesar Rp 3 triliun. Kebanyakan investasi itu untuk meningkatkan fasilitas produksi guna memenuhi mutu pembuatan obat sesuai yang dipersyaratkan.
"Saya berharap, saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN, industri farmasi bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri, tetap eksis, punya daya saing tinggi, bahkan bisa menguasai pasar ASEAN," ucapnya.
Dia mengatakan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan menghilangkan hambatan tarif sehingga arus barang dan jasa menjadi bebas. "Indonesia akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi. Ini jadi peluang emas sekaligus tantangan," kata Nafsiah.
UKKY PRIMARTANTYO (SURAKARTA)