TEMPO.CO, Purwokerto - Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan adanya aliran dana dari Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Cilacap ke sejumlah wartawan. Namun, sejumlah wartawan Cilacap membantahnya.
“Selama peliputan pemilihan kepala daerah, kami tidak pernah mendapat sepeser pun dana dari Panwas,” ujar Adi Yasfi, salah seorang wartawan media regional dengan wilayah liputan di Cilacap, Ahad, 10 November 2013.
Berdasarkan hasil audit BPK, ada pos anggaran Panwas yang diperuntukkan bagi wartawan. Jumlahnya sekitar Rp 64 juta.
Adi menyesalkan laporan Panwaslu yang mengklaim wartawan menerima aliran dana hibah tersebut. Rencananya, ia bersama beberapa wartawan lain di Cilacap akan mensomasi Panwaslu.
Langkah tersebut juga didukung wartawan lainnya, Amron Alfarizy, dari harian Satelit Post. Amron mengatakan klaim panwaslu tersebut tidak benar. "Klaim panwaslu adalah fitnah. Mereka mencoba cuci tangan," katanya.
Kepolisian Resor Cilacap saat ini tengah menyelidiki dugaan kasus korupsi di tubuh Panitia Pengawas Pemilihan Umum. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas kasus itu, sejumlah uang ditengarai mengalir ke kantong wartawan. “Ya, memang benar ada anggaran untuk wartawan yang muncul dalam laporan BPK,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cilacap, Ajun Komisaris Agus Puryadi.
Ia mengatakan polisi belum mendalami aliran dana dari Panwas ke wartawan. Saat ini, kata dia, polisi masih menyelidiki penggunaan dana yang terkait dengan pengadaan, seperti pembelian komputer, kamera, dan LCD.
Dalam waktu dekat ini, kata dia, polisi akan menelusuri aliran dana yang diduga mengalir ke sejumlah wartawan itu. “Kalau terbukti ada aliran dana ke wartawan, ya, bisa kena pidana juga,” dia menambahkan.
BPK mengaudit dana hibah yang diterima Panwas Cilacap periode 2012-2013 atas permintaan Polres Cilacap. Saat ini, Polres tengah melakukan penyidikan terhadap dugaan penyimpangan dana tersebut.
Mantan Ketua Panwas Cilacap, Sani Ariyanto, saat dikonfirmasi mengatakan dirinya belum melihat hasil audit BPK yang menyebutkan ada aliran dana untuk wartawan. “Tanya saja ke BPK, saya belum melihat laporan itu. Saya belum bisa berkomentar banyak,” katanya.
Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Kota Purwokerto, Chandra Iswinarno, mengatakan perlu ada penelusuran lebih jauh tentang temuan dari laporan BPK. Menurut dia, penelusuran kasus tersebut akan bisa memberikan kepastian fakta yang ada. "Kami mendukung upaya kepolisian untuk menelusuri adanya dugaan tersebut agar ada kepastian dan tidak menjadi fitnah di kemudian hari," katanya.
Chandra berharap kasus ini bisa menjadi momentum dan pembelajaran juga bagi seluruh instansi pemerintah maupun swasta yang ada di eks Karesidenan Banyumas untuk tidak memberikan amplop kepada jurnalis yang bertugas. "Sebab, pada dasarnya, aturan ini sudah ada dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 dalam bab kode etik jurnalistik pasal 6 yang menyebutkan wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap," kata dia.
Ia juga menambahkan, sudah saatnya berbagai instansi pemerintahan mengikuti usulan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang meminta agar tidak ada alokasi amplop untuk wartawan. "Apalagi saat ini menjelang pemilu yang sangat rentan bagi profesi wartawan untuk menjaga sikap independensinya," ujarnya.
ARIS ANDRIANTO