TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute mengungkapkan hasil surveinya terhadap kualitas putusan Mahkamah Konstitusi dari tiga periode. Sejak dibentuk pada Agustus 2003, MK telah mengalami pergantian kepemimpinan tiga kali. Periode pertama dipimpin Jimly Asshiddiqie, lalu Mahfud Md., dan periode ketiga dipimpin Akil Mochtar.
Menurut peneliti Setara Institute, Ismail Hasani, hasil survei lembaganya yang melibatkan 200 ahli tata negara itu menunjukkan adanya keragaman tipe putusan MK. "Keragaman ini tak lepas dari latar belakang pemimpin di MK," kata Ismail di Cikini, Jakarta, Senin, 11 November 2013.
Semasa dipimpin Jimly, sebanyak 94,9 responden menilai putusan MK sangat berkualitas secara akademik. Sedangkan pada kepemimpinan Mahfud Md., kualitas putusan MK lebih dipandang progresif. "Sebanyak 89,7 persen responden menilai dalam putusan MK yang diketuai Mahfud dipersepsikan progresif," kata Ismail.
Sedangkan pada kememimpinan Akil Mochtar, sebanyak 80 persen responden menilai putusan MK politis. "Mungkin karena Akil berasal dari partai," ujar Ismail.
Adapun indikator penelitian yang dipilih pada kualitas putusan MK dalam tiga periode ini terdiri dari: politis, populis, berperspektif HAM, progresif, kontributif bagi hukum tata negara, argumentatif, dan yang terakhir akademik.
Untuk kepemimpinan MK yang baru, Ismail terus mendukung Ketua MK Hamdan Zoelva untuk mengembalikan kepercayaan publik setelah kasus Akil Mochtar. "Ketua MK yang baru kami berharap lebih baik kinerjanya," kata Ismail. Citra MK sempat berada di titik nadir setelah Akil Mochtar dicokok KPK ada awal Oktober lalu karena diduga terlibat suap dalam sengketa pilkada Kabupaten Lebak, Banten, dan Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Akil dijerat dengan pasal pidana korupsi dan pencucian uang.
REZA ADITYA
Topik Terhangat
Korupsi Hambalang | SBY Vs Jokowi | Suami Ratu Atut Meninggal | Suap Akil Mochtar | Adiguna Sutowo
Berita Terpopuler
Cerita Lengkap Megawati tentang Karier Jokowi
Pelapor Dugaan Korupsi Atut Pernah Mau Dibunuh
Jawara: Tomet Itu Penumpang di Dinasti Atut
Bagaimana Kasus Adiguna di Mata Publik