TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate, sebesar 25 basis point dari 7,25 persen menjadi 7,5 persen. "Kenaikan ini untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan ke depan," kata juru bicara BI, Difi Johansyah di Bank Indonesia, Selasa, 12 November 2013.
Sejalan dengan kenaikan BI Rate, BI juga menaikkan suku bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FaSBI Rate) dari 5,5 persen menjadi 5,75 persen dan suku bunga pinjaman Bank Indonesia (lending facility) dari 7,25 persen menjadi 7,5 persen.
Senin, 11 November 2013 lalu, Kepala Ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan menyarankan agar Bank Indonesia tak buru-buru menaikkan suku bunga acuan alias BI Rate. Ia khawatir kenaikan justru akan semakin menekan likuditas bank menengah-kecil dan kinerja sektor riil. "Sebaiknya stay, ngapain buru-buru naik," kata Anton kepada Tempo.
Anton mengungkapkan, bank menengah dan kecil mulai mengalami tekanan likuiditas. Jika BI rate naik, biaya dana akan semakin tinggi. Likuiditas juga tak bisa dengan mudah diperoleh bank di pasar uang antarbank (PUAB). "Likuiditas jangan hanya diukur dengan interbank, itu sangat tak bisa jadi ukuran, distribusi likuiditas di interbank tidak merata, sehingga bisa salah kalau menggunakan itu sebagai ukuran," ucapnya.
Ia mengingatkan, kenaikan BI Rate juga bisa mempengaruhi kinerja sektor riil. Ia paham, ada kepentingan untuk memperlambat laju ekonomi demi stabilisasi ekonomi. Namun, dia mengharapkan jangan sampai hal itu berdampak meningkatnya angka pengangguran. "Kita harus menyeimbangkan, kita ingin perlambatan ekonomi, jangan sampai dampaknya ke sisi employment," kata dia.
Kebijakan pengetatan, ditegaskan dia, tidak cuma bisa dilakukan melalui kebijakan suku bunga. "Ada banyak," kata dia. Suku bunga bisa saja naik lagi tapi setelah ada kepastian soal pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat dan kenaikan suku bunga Fed yang kini 0 persen-0,25 persen. "Masih dibutuhkan kenaikan lagi, tapi nanti, jangan sekarang," ujarnya.
MARTHA THERTINA
Baca juga:
Laba Perusahaan Pembiayaan Melambat
Bentuk BUMN Reasuransi, OJK Pilih Opsi Merger
Menkeu: Pelambatan Pertumbuhan Ekonomi Dibutuhkan