TEMPO.CO, Brebes - Janji Kementerian Perdagangan untuk menghentikan impor bawang merah bertepatan dengan masa panen di beberapa daerah produsen tidak terbukti. Di Kabupaten Brebes, yang merupakan sentra bawang terbesar di Indonesia, sebagian besar petani bawang terpaksa menunda penjualan karena serbuan bawang impor di pasar.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan semula berjanji akan menghentikan impor bawang merah saat memasuki masa panen pada triwulan III dan IV 2013. "Buktinya mana? Di Sumatera sampai sekarang masih dibanjiri bawang impor," kata Manis Taryadi, 45 tahun, petani bawang di Desa Krasak, Kecamatan Brebes.
Akibat masuknya bawang impor yang ukurannya lebih besar dan harganya lebih murah, bawang Brebes kalah bersaing di berbagai daerah. Karena anjloknya harga bawang mencapai lebih dari 100 persen, Taryadi dan petani lain di Brebes terpaksa menunda untuk menjual hasil panennya. Meski ukurannya kalah besar dari bawang impor, daya tahan bawang lokal Brebes jauh lebih lama. Menggunakan metode pengasapan di gudang, bawang bisa bertahan disimpan sampai tiga bulan pascapanen.
Sistem tunda jual terbukti ampuh mendongkrak harga jual. Petani lain di Desa Krasak, Fauzan, 25 tahun, mengatakan harga bawangnya naik dari Rp 15 ribu menjadi Rp 21 ribu per kilogram. Ia memanen bawangnya pada pertengahan Oktober. "Saat panen ditawar tengkulak dari Pemalang Rp 15 ribu per kilogram. Tapi baru saya lepas tiga hari lalu, penawarannya naik Rp 6.000," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Brebes, Budiharso, mengatakan produksi bawang merah tahun ini cukup melimpah hingga masa panen raya September lalu. "Jadi harganya cenderung menurun," kata Budiharso saat dihubungi Tempo. Namun, dari pantauannya di Pasar Bumiayu, harga bawang mulai merangkak dari Rp 20 ribu jadi Rp 24 ribu per kilogram.
DINDA LEO LISTY