TEMPO.CO, Surabaya - Warsini, ibu dari Faris Anwar, 19 tahun, bekas siswa SMAN 3 Surabaya, mendatangi kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kamis, 14 November 2013. Menenteng sejumlah dokumen serta map warna cokelat, warga Jalan Donorejo, Kelurahah Kapasan, Kecamatan Simokerto, Surabaya, ini hendak menyerahkan surat pengaduan kepada Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Unggung Cahyono.
"Saya akan melaporkan para penyidik, penuntut umum, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung," kata Warsini, Kamis siang, 14 November 2013, di Mapolda Jatim. Laporan dan pengaduan tersebut berkaitan dengan penangkapan, penahanan, diadili, hingga vonis hukuman penjara terhadap anaknya, Faris Anwar. "Ini akibat kekeliruan penerapan hukum," kata Warsini. Warsini juga mengatakan bahwa anaknya telah menjadi korban rekayasa penangkapan.
Dia juga hendak melaporkan kejahatan perampasan kemerdekaan atas hak pendidikan. Menurut Warsini, anaknya ditangkap pada 14 Oktober 2012. Dan mulai menjalani penahanan di Rutan Kelas I Surabaya, Medaeng, Waru, Sidoarjo, pada 16 Oktober 2012 hingga saat ini. Padahal, statusnya saat itu sebagai pelajar di SMAN 3 Surabaya. Selama dalam penahanan, hak pendidikan yang diperoleh hanya hak untuk mengikuti ujian nasional pada 15-18 April 2013.
"Tetapi tidak memperoleh hak-hak sebagai peserta didik seutuhnya, yakni menyelesaikan seluruh program pembelajaran," katanya. Akibatnya, pada akhir tahun ajaran 2012/2013, kata Warsini, anaknya dinyatakan tidak lulus oleh SMAN 3 Surabaya. "Padahal saya sudah mengajukan penangguhan penahanan pada Oktober 2012 mengingat Faris mau menghadapi kelulusan. Tetapi diabaikan penyidik dengan alasan khawatir melarikan diri," ujar Warsini. Kasus ini oleh Warsini telah dilaporkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ombudsman RI, serta Komisi 3 dan 10 DPR RI.
Kepada seorang anggota kepolisian yang menerima pengaduannya tersebut, Warsini sempat menceritakan panjang-lebar ihwal penangkapan hingga kemudian vonis yang dijatuhkan majelis hakim. Oleh petugas SPKT, Warsini diarahkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Jatim. Namun, lantaran surat pengaduan kepada Kapolda Jatim itu tidak mencantumkan tembusan juga kepada Propam Polda Jatim, oleh bagian pelayanan dan pengaduan Propam, Warsini diminta langsung ke bagian penerimaan surat Kapolda.
Tempo belum bisa mengkonfirmasi kasus ini ke Polda Jatim. Namun, anggota Polda Jatim mengatakan bahwa kasus ini cukup ruwet. "Kasusnya ruwet," kata anggota ini kepada Warsini. "Kalau mau menangkap, kan, seharusnya yang kakap. Ini sudah hanya kurir yang ditangkap, salah lagi," katanya.
Warsini juga menceritakan detail kronologi penangkapan oleh anggota Satreskoba Polres Sidoarjo terhadap anaknya ini. Warsini menilai janggal seluruh proses penerapan hukum sejak penangkapan, proses penyidikan, hingga di pengadilan. Di Pengadilan Negeri Surabaya, selama 14 kali sidang tidak ada saksi yang hadir. Baru ketika pembacaan vonis, ada seorang anggota kepolisian yang hadir.
Dalam perkara tersebut, Faris dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum membeli, menerima, dan menyerahkan narkotik golongan jenis tanaman. Faris dijatuhi pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti pidana penjara 2 bulan.
DAVID PRIYASIDHARTA