TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim riset dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis hasil riset terbaru terhadap putusan-putusan kasus korupsi di Mahkamah Agung selama 2001-2012. Riset itu memakai model analisis survival untuk mengukur pola durasi penanganan kasus korupsi di persidangan. "Riset ini bisa membantu perumusan analisis biaya eksplisit yang harus ditanggung negara akibat suatu kasus korupsi," ujar Koordinator Tim Riset tersebut, Rimawan Pradiptyo ketika berbicara via telekonferensi dari Hiroshima, Jepang di FEB UGM pada Kamis, 14 November 2013.
Menurut Rimawan hasil analisis terhadap putusan kasus korupsi dengan model baru ini menyimpulkan sejak KPK banyak menangani kasus korupsi besar, durasi penyelesaian kasus di semua level pengadilan cenderung semakin cepat. Kasus itu termasuk yang pemberkasannya dari kepolisian maupun kejaksaan. "Artinya kehadiran KPK menyokong perbaikan penanganan korupsi di institusi hukum lain dan membuat biaya penanganan kasus korupsi makin bisa ditekan," ujar Rimawan.
Namun, Rimawan menjelaskan riset ini masih memiliki kelemahan karena mengabaikan adanya indikator pengaruh suap, aksi makelar kasus dan klientilisme yang selama ini diduga kuat mempengaruhi banyak persidangan kasus korupsi. Kelemahan lain, dia menambahkan, belum ada hasil penghitungan konkret mengenai nilai penurunan biaya penanganan korupsi akibat percepatan durasi persidangan. "Kami kesulitan mengakses data ke pengadilan maupun Kementerian Hukum dan HAM soal nilai biaya penyelenggaraan persidangan kasus korupsi," ujar dia.
Hasil analisis di riset menunjukkan perbandingan durasi pengadilan kasus korupsi secara umum memang lebih lama ketimbang kasus yang ditangani oleh KPK. Secara umum, dari pengamatan terhadap putusan MA selama 2001-2012 untu 1789 terdakwa, kasus korupsi yang bisa terselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan hanya 596. Sementara yang memakan waktu 24 bulan mencapai 616 kasus.
Sedangkan hasil pengamatan terhadap perbandingan durasi persidangan kasus yang ditangani KPK dan non-KPK memuat kesimpulan menarik. Untuk kasus, yang ditangani oleh institusi hukum selain KPK, dari 1.666 berkas terdakwa yang masuk ke pengadilan hanya ada 479 kasus yang bisa tuntas persidangannya hingga inkracht dalam jenis durasi 12 bulan. Paling lama, kasus disidangkan sampai inkracht di durasi 144 bulan.
Sementara di kasus korupsi yang ditangani KPK, dari 123 berkas terdakwa yang masuk ke pengadilan, terdapat 117 kasus yang tuntas di periode 12 bulan persidangan. Paling lama, periode persidangan kasus yang ditangani oleh KPK ada di durasi 24 bulan, yakni enam kasus.
Menurut Rimawan persidangan kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh KPK memang cenderung lebih cepat dibandingkan polisi atau kejaksaan. Dia mengamati faktor utama yang mempengaruhi hal ini ialah kualitas berkas dakwaan. "Dari ketebalannya saja berbeda, berkas dakwaan KPK rata-rata minimal terdiri dari 300-an halaman," ujar dia.
Rimawan menilai isi berkas dakwaan KPK juga biasanya mengadopsi sudut pandang lebih kompleks. Menurut dia penyidik KPK sering memasukkan perspektif pembuktian kerugian negara tidak sekedar dari sudut pandang hukum melainkan juga teori-teori ekonomi, bisnis, manajemen dan akutansi. "Karena itu, kami merekomendasikan semua institusi hukum lebih rajin membangun kerja sama peningkatan kapasitas penyidik dengan akademisi banyak kampus yang tidak berasal dari Fakultas Hukum," kata dia.
Rimawan berpendapat korupsi merupakan kejahatan ekonomi. Pembuktiannya mebutuhkan analisis interdipliner yang berkaitan erat dengan bidang kasus yang beragam.
Rimawan mengatakan riset semacam ini membuka wacana baru karena baru sekali ini muncul di Indonesia. Hasil riset tersebut juga baru pertama kali dipublikasikan. "Kami akan mempublikasikannya untuk dunia internasional," kata Rimawan.
Timotius Hendrik Partohap, anggota tim riset itu mengatakan model analisis survival yang dipakai di riset ini banyak dikenal oleh praktisi bidang kedokteran dan teknik. Dalam kedokteran, metode ini berfungsi mengukur tingkat harapan hidup pasien kanker.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM