TEMPO.CO, Tacloban - Serentetan tembakan memaksa tim penyelamat membatalkan pemakaman massal korban topan Haiyan. Sebelumnya, otoritas berwenang memutuskan untuk menguburkan korban secara massal karena kehabisan kantong jenazah, sementara mayat yang harus segera dievakuasi terlalu banyak.
Lubang pemakaman telah disiapkan. "Truk penuh mayat mulai bergerak, namun beberapa penembakan membuat kami mengurungkan pemakaman," kata Wali Kota Tacloban, Alfred Romualdez.
Di Kota Alangalang, 17 kilometer dari Tacloban, warga mulai kekurangan bahan makanan. Mereka menjarah toko-toko dan gudang mencari bahan pangan. Delapan orang dikabarkan tewas saat menjarah gudang beras. "Salah satu dinding gudang ambruk dan delapan orang tewas seketika," kata Otoritas Pangan Nasional, Rex Estoperez.
Di Tacloban, warga bergegas meninggalkan kotanya yang berubah menjadi kota mati. "Semua orang panik," kata Kapten Emily Chang, seorang dokter angkatan laut, yang membuka rumah sakit lapangan di bandara. "Mereka mengatakan tidak ada makanan, tidak ada air. Semua berlari kemari, menunggu pesawat menerbangkan mereka keluar dari Tacloban."
Filipina Airlines menyatakan menerbangkan enam pesawat sehari, masing-masing dengan 75 kursi.
Chang menyatakan obat-obatan, termasuk antibiotik, sudah makin menipis jumlahnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, banyak pasien dengan luka terbuka yang perlu ditangani. Di sisi lain, mereka harus berjuang untuk mencegah wabah penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi yang buruk dan kurangnya air minum.
PBB memperkirakan 10 ribu orang mungkin telah tewas di Tacloban saja. Gelombang setinggi 5 meter menghantam wilayah ini dan menyapu ratusan rumah di dataran rendah.
Sekretaris Kabinet Rene Almendras mengakui pemerintah kewalahan dengan banyaknya mayat. "Alasan evakuasi mayat dihentikan karena kami kehabisan kantong jenazah," katanya.
SKY NEWS | TRIP B