TEMPO.CO, Jakarta - Lebih mudah merebut kemenangan daripada mempertahankannya. Ungkapan ini terlihat kebenarannya pada tempat-tempat hang-out di Jakarta—dari restoran, kafe, lounge, pub, klub, hingga bar. Membuat tempat yang sontak jadi hip, ramai berjubel, dan dibicarakan orang di seluruh Ibu Kota, tampaknya tak terlalu sulit. Buktinya, ada banyak tempat hang-out yang langsung menarik perhatian tak lama setelah dibuka.
Tapi, mempertahankan crowd, itu masalah lain. Enam bulan sampai setahun setelah dibuka, pengelola tempat-tempat itu biasanya mulai ketar-ketir. Mereka berharap bisa mempertahankan keramaian, tapi kerap mereka harus kecewa karena pengunjung mulai pindah ke tempat baru.
Tak banyak tempat yang bisa mempertahankan keramaian pada akhir pekan. Salah satu tempat yang sedikit itu adalah Bird Cage di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Baru-baru ini Bird Cage merayakan ulang tahun keenam, dan keramaian masih bisa kita temui setiap pekan di tempat yang memiliki tiga lantai ini. Bahkan kita kerap melihat selebritas dan sosialita—seperti Andien, Once, Nadia Mulia, Setiawan Djodi, dan Eros Djarot—menghabiskan malam akhir pekan di sana.
Ade Andrini, General Manager Bird Cage, adalah orang di balik keberhasilan itu. Ia baru mulai menangani restoran dan lounge itu pada 2008, saat salah seorang pemilik yang juga temannya meminta bantuan dia. Awalnya, Ade kerap datang ke sana untuk kongko. "Waktu itu tempatnya sepi banget. Jadi, kalau gue mau menyepi, ya, ke sini," kata perempuan yang juga pernah menangani sejumlah restoran dan kafe di Jakarta dan Bali ini.
Hal pertama yang dilakukan Ade adalah mengganti DJ (disc jockey) pada Jumat malam dengan band akustik. Menurut dia, DJ tidak cocok untuk tempat seperti itu. "Kalau orang mau dengar musik DJ, ya, mereka pergi ke diskotek, bukan ke sini," kata Ade. Dia memilih akustik, bukannya band lengkap, karena dia berharap orang masih bisa berbincang sambil mendengarkan musik. Tidak perlu berteriak. Ade tidak ingin menggantikan berisiknya turntable dengan berisiknya drum dan gitar listrik.
Pemilihan band pun harus tepat. Mereka tidak hanya diharapkan bisa bermusik dengan bagus. "Juga harus komunikatif. Tidak harus selalu mengobrol atau ngocol, tapi tahu bagaimana menghidupkan suasana. Tahu lagu apa yang harus dimainkan saat suasana seperti apa," ujar Ade, yang juga penyanyi dan pernah bermain dalam sinetron.
Tapi tentu hiburan saja tidak cukup. "Hal yang terpenting adalah kenyamanan. Orang bisa nyaman dengan makanan, suasana, dan interior ruangan. Pokoknya semua hal harus mendukung kenyamanan. Karena itu, gue selalu mendengar komplain sekecil apa pun," kata dia. Untuk menciptakan kenyamanan itu, Ade berupaya membuat Bird Cage seperti tempat bermain mereka. Dalam artian, mereka tidak asing. Dia sebisa mungkin ada di sana setiap Jumat malam, menjadi seperti tuan rumah yang sedang mengadakan pesta. Bahkan tak jarang ia ikut menyanyi.
Kalau semua itu sudah berhasil, pengelola tempat hang-out bukannya bisa bersantai. Setiap tiga tahun, menurut Ade, harus ada perubahan. "Entah interior, entah menu, entah tema, pokoknya harus ada yang berubah, biar orang tidak bosan. Tiga tahun itu minimal. Kalau bisa, dua tahun sekali, sih, lebih bagus," ujarnya sambil menyeruput cappuccino.
QARIS TAJUDIN
Topik Terhangat
Korupsi Hambalang | Topan Haiyan | SBY Vs Jokowi |Dinasti Atut | Adiguna Sutowo
Berita Terpouler
Tren Desain Buatan Tangan Lebih Disukai daripada Mesin
32 Juta Orang Indonesia Berisiko Kena Diabetes
Pakar: Plesiran ke Kairo, Begini Gaya Jilbab Atut
Depresi, Penyebab Kecacatan Tertinggi ke-2
Polusi Udara Cina Ancam Kesuburan Pria