TEMPO.CO, Bandung - Vukanolog Dr Surono menduga letusan Gunung Merapi pada Senin, 18 November 2013 merupakan manifestasi dari berubahnya karakteristik letusan gunung itu selepas letusan hebat 2010 lalu. "Itu intuisi saya," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 18 November 2013.
Dia beralasan, sejak meletus hebat pada 2010 lalu, Gunung Merapi sedikitnya sudah melepaskan letusan abu tiga kali, yakni pada Juli 2011, Juli menjelang puasa lalu, serta saat ini. Ketiga letusan itu, Surono menjelaskan, punya kesamaan, yakni tidak ada tanda-tanda yang mengawalinya. "Tidak ada akumulasi energi yang dilepas," kata Surono.
Surono menduga, tiadanya akumulasi enerji yang dilepas saat meletus itu yang menjadi karakteristik Gunung Merapi saat ini. Dia beralasan, sistem Gunung Merapi saat ini sudah terbuka. Terbongkarnya kawah gunung itu selepas meletus 2010 lalu mengakibatkan gejala letusan Merapi tidak lagi diawali oleh pembentukan kubah lava seperti dulu. "Merapi sudah kehilangan kemampuan membuat kubah lava," kata dia.
Runtuhnya kubah lava sebelumnya menjadi ciri letusan Gunung Merapi. Dunia bahkan mengabadikan ciri letusan itu dengan sebutan Tipe Letusan Merapi. Letusan Merapi lama dicirikan dengan awalan pembentukan kubah lava. Saat titik kritisnya, gugurannya menghasilkan awan panas.
Surono menduga, dengan sistem terbuka selepas letusan hebat 2010, letusan bisa terjadi setiap saat tanpa memerlukan akumulasi energi yang dilepas. Dugaan itu, kata dia, diperkuat dengan peneliti gunung api asal Jepang yang memasang peralatan GPS di Gunung Merapi pada 2011 lalu yang mendapati telah terjadinya perubahan deformasi gunung itu, yang diduga disebabkan pengisian kantung fluida gunung itu.
AHMAD FIKRI
Terpopuler
Berharga 1 Triliun, Ini Isi Rumah Baru Beckham
Samad: Uang Organisasi Kok di Tempat Pribadi
Ups, Muncul Fenomena Tukar Pasangan atau Swinger
Australia Sadap Telepon Presiden SBY 15 Hari