TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena sosial baru kini muncul di Indonesia, yaitu bertukar pasangan atau swinger. Fenomena ini tak hanya dapat dijumpai pada kalangan menengah ke atas di Jakarta, tapi juga di luar daerah.
Psikolog seksual Zoya Amirin mengatakan, para pelaku swinger dikenal sangat eksklusif. Mereka hanya mau melakukan tukar-menukar dengan pasangan suami-istri yang sah. Itu dibuktikan dengan surat nikah. "Mereka tidak mau kalau itu istri siri," kata dia.
Zoya menerangkan, dari saling tukar pasangan ini, apa yang didapat dari pelaku swinger adalahgratifikasi kilat. Mereka mendapatkan kesenangan seksual dari tukar-menukar pasangan. Tindakan tukar-menukar pasangan itu, kata dia, menunjukkan ada gangguan dalam hubungan suami-istri. Sayangnya, penyelesaian gangguan itu dilakukan dengan mengambil cara swinger.
Bagi Zoya, rasa bosan dalam hubungan suami-istri pasti ada. Namun, pasangan suami-istri tersebut mestinya mencari solusi bersama yang tepat, bukan mencari kesenangan dengan swinger. Suami-istri mestinya melakukan investasi emosi. "Lakukanlah ritual-ritual romantis seperti saat pacaran dulu," kata Zoya.
Hal-hal romantis tersebut, misalnya melakukan bulan madu meskipun sudah punya anak. "Lupakanlah anak untuk sementara dan habiskan waktu romantis berdua," kata Zoya. Dia menekankan pentingnya suami-istri melakukan investasi emosi agar masing-masing pihak mengerti ritme seksual pasangannya. Bila sudah mengerti ritme seksual pasangan, suami-istri akan lebih mudah mencapai pleasure dan satisfaction. "Bukannya malah melakukan swinger, sebab dalam swinger orang tidak akan mencapai satisfaction," kata dia.
AMIRULLAH
Terpopuler
KPK Beri Isyarat Ratu Atut Terseret Kasus Korupsi
Menlu Tarik Dubes Indonesia di Australia
Diperiksa KPK 17 Jam, Kasir Suami Airin Pucat
Kicauan Lengkap SBY di Twitter Soal Penyadapan