TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Dinas Sosial Pemerintah Kota Surabaya Supomo mengatakan tak perlu khawatir mengenai dampak yang akan timbul akibat penutupan lokalisasi Dolly. Menurut dia, mereka (para pekerja seks komersial dan mucikari) mempunyai hak untuk protes. "Kalau mau demo, ya silakan, kita kan demokrasi," katanya saat dihubungi Tempo, 19 November 2013.
Rencana penutupan Dolly tampaknya bukan lagi sebagai wacana. Supomo mengatakan, pada 2014, Dolly sudah pasti ditutup. Dia masih merahasiakan tepatnya pada tanggal dan bulan berapa.
Ketika disinggung soal dana ganti rugi yang dikucurkan Pemprov Jatim, Supomo mengatakan, tidak ada yang dirugikan dalam penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut. Sebab, kata dia, profesi yang dilakoni para PSK dan muncikari bukanlah suatu mata pencaharian yang benar.
Supomo mengatakan, sejak 2002, sudah ada pembekalan keterampilan bagi para PSK dan muncikari. Di antaranya keterampilan tata boga, tata rias, kerajinan tangan, dan lain sebagainya. Selain itu, motivasi spiritual juga disampailkan. Harapannya, mereka bisa menjadi lebih baik dengan mata pencaharian yang benar. "Ini berarti kan sudah 11 tahun, harusnya bisa mentaslah," ujar Supomo.
Menurut data terakhir yang diperoleh, jumlah wisma di Dolly sebanyak 52 wisma. Sebanyak 19 wisma telah ditutup pada 2012. Sementara jumlah pekerja seks yang masih bertahan sebanyak 1.025 orang, sedangkan muncikarinya sekitar 300 orang.
Para penghuni wisma Dolly, kata Supomo, tidak harus pindah dari sana. "Kalau rumahnya di sana, ya tidak perlu pindah. Kalau kontrak atau kos, mau pindah, ya silakan pindah," ujar dia.
DEWI SUCI RAHAYU
Berita Terkait:
Edisi Khusus Dolly
Cara Melanggengkan Bisnis Esek-esek di Dolly
Keseringan, PSK Dolly Lupa Rasanya Orgasme
PSK di Dolly Mengaku Tidak Suka Pria Perkasa