TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat ada 229 kasus tawuran pelajar sepanjang Januari-Oktober tahun 2013. Jumlah ini meningkat sekitar 44 persen dibanding tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan antarpelajar SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal dunia.
"Karena itu, tahun ini merupakan tahun darurat terhadap kekerasan anak," ujar Ketua Umum Komnas Anak Arist Merdeka Sirait, Rabu, 20 November 2013.
Menurut Arist, meningkatnya jumlah kasus tawuran merupakan indikasi gagalnya sistem perlindungan terhadap anak. Negara ikut bertanggung jawab atas kegagalan ini. "Sistem pendidikan pemerintah kita cenderung mengejar intelektualitas semata, tanpa mementingkan pendidikan karakter," ujarnya.
Aris berpendapat, salah satu penyebab tawuran adalah kurangnya saluran bagi energi para remaja. Karena itu, lanjutnya, sudah semestinya sekolah menyediakan fasilitas yang memadai, misalnya kegiatan ekstrakurikuler seperti bermain musik, basket, dan lainnya.
Arist menyayangkan sikap pemerintah DKI Jakarta yang represif terhadap remaja nakal. Dia tidak setuju dengan penjatuhan hukuman bagi pelajar yang terlibat tawuran. "Cara menghukum tak akan menyelesaikan persoalan. Yang mesti dicari adalah kenapa mereka melakukan seperti itu. Ini yang belum terjawab oleh pemerintah," katanya
ERWAN HERMAWAN