TEMPO.CO, Jakarta – Indonesia sebelumnya pernah menarik duta besarnya di Canberra, Australia. Penarikan Duta Besar RI ketika itu, Hamzah Thayeb, dilakukan akhir Maret 2006 sebagai protes atas diberikannya visa kepada 42 warga Papua.
Pemerintah Indonesia juga menuduh Australia menerapkan standar ganda karena sebelumnya telah menolak permintaan suaka pendatang dari negara-negara lain.
Hubungan tersebut membaik dengan pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri John Howard ketika itu di resor mewah di Batam, Nongsa Point Marina, 26 Juni 2006. Perdamaian itu merupakan hasil dari diplomasi panjang "surat-menyurat" antara SBY dan Howard.
Sehari setelah pembebasan Abu Bakar Baasyir, 14 Juni 2006, Howard pun menulis surat kepada SBY, yang dibalas pada 21 Juni. Balasan surat Howard kepada SBY tanggal 24 Juni membuahkan pertemuan di Batam.
“Kami mengakui, dalam membangun hubungan ini, pada masa depan, sebagai negara tetangga, akan ada banyak kesempatan karena ada tantangan. Namun kita tidak boleh membiarkan tantangan dan perbedaan menghalangi dalam mengambil keuntungan dari peluang yang terbentang di depan. Kita harus bekerja sama mengatasi tantangan, mengubahnya dengan cara yang positif,” kata SBY dalam pidato makan malam kehormatan dengan Howard dan Ibu Negara Australia di Batam.
Sejak itu, Australia juga tidak lagi memberikan suaka bagi warga Papua yang mendarat di wilayahnya. Bulan Desember 2006, kedua negara menandatangani Traktat Lombok. Dalam traktat itu, Australia mengakui kedaulatan wilayah Indonesia. (Baca pula: Panas-Dingin Australia dan Indonesia)
BBC | PRESIDEN SBY INFO| NATALIA SANTI
Berita Terpopuler :
Menteri Australia Tetap Diundang ke Pertemuan Bali
Di Tengah Sorotan, Mobil Murah Laris Manis
Sekali Lagi, Hatta Bantah Mobil Murah Bikin Macet
Kasus Penyadapan Tak Ganggu Kerja Sama RI-Australia
Hatta: Mobil Murah Bendung Banjir Impor Otomotif