TEMPO.CO, Subang - Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui bahwa kapasitas bandara di Indonesia sudah menunjukan tingkat keparahan yang akut. Menurut dia, salah satu penyebabnya adalah pengelolaan bandara yang hanya dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara.
"Di satu sisi kita punya BUMN Angkasa Pura yang spesialisasi mengelola Bandara. Tapi spesialisasi itu bercampur dengan monopoli, karena hanya ada AP 1 untuk wilayah timur dan AP 2 untuk wilayah barat," kata Bambang dalam diskusi APBN di Ciater, Subang, Sabtu, 23 November 2013.
Menurut Bambang, Angkasa Pura selama ini hanya mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhatikan pelayanan dengan investasi sehingga kapasitas Bandara tidak pernah bertambah untuk mengantisipasi lonjakan penumpang. "Terus terang, saya pribadi sudah tidak nyaman. Terbang dari Jakarta harus menunggu hampir sejam di dalam pesawat karena antre untuk take off," katanya.
Bambang mengatakan, keberpihakan terhadap investor domestik memang diperlukan. Namun, keberpihakan itu jangan sampai menimbulkan monopoli. "Angkasa Pura bisa bilang kenapa saya harus peduli dengan tingkat layanan di Cengkareng, biarkan saja orang antre. Kenapa? Karena menambah pendapatan dengan menjual space. Itu contoh kenapa tidak perduli, karena tidak ada pesaing," ujar dia.
Jika ada pesaing dalam pengelolaan bandara di Indonesia, Bambang yakin pengelolaan akan lebih kompetitif dan mengedepankan kualitas layanan dibandingkan hanya mengejar keuntungan. Hal itu menurut Bambang yang menyebabkan dalam revisi Daftar Negatif Investasi ada wacana membuka pengelolaan bandara oleh asing.
"DNI seolah mau membuka seluruhnya ke asing dan menyampingkan nasionalisme, tidak benar itu. Jadi perlu ada pesaing. Paling tidak, jika AP tak mau bertarung head to head , joint saja. Misalnya buat Cengkareng kerjasama dengan Changi atau mana saja, supaya ada transfer of knowlage," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA