TEMPO.CO, Yogyakarta - Maryani, seorang waria pendiri pesantren khusus waria di Yogyakarta, mengatakan tak peduli dengan anggapan miring dari banyak orang tentang waria dalam beragama. “Mau dibilang najis dan haram, terserah,” katanya pada Tempo, Sabtu, 23 November 2013 sore.
Menurut dia, waria tetap memiliki hak untuk beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya. Selama ini, Maryani mengatakan, tetap salat laiknya seorang muslim lain. Saat salat, ia mengenakan mukenah karena merasa nyaman dan menilai lebih tepat dengan identitasnya kini.
Di pesantren waria yang dikelolanya, Maryani menyediakan dua pakaian untuk salat. Sarung dan mukena. Waria yang menjadi santri di pesantren itu bebas memilih menggunakan sarung atau mukena saat salat. Semua itu didasarkan pada keyakinan dan masing-masing mereka. “Diterima atau tidak (salatnya), itu urusan Allah,” katanya.
Bagi dia, Tuhan tak pernah membeda-bedakan hambanya. Toh, Islam mengajarkan derajat seseorang diukur dari kadar takwanya. Bukan pada pakaian dan jenis kelaminnya. Lagipula, kata dia, menjadi waria bukanlah sebuah pilihan. “Ini kodrat,” katanya. (Baca: Maryani, Pendiri Pesantren Waria di Yogyakarta)
Ia mengatakan kalau saja ada kesempatan, tak seorang pun memilih menjadi waria. Menjadi waria juga bukan karena penyakit. “Kalau memang ini penyakit, carikan dokternya,” katanya.
Baca Juga:
Maryani yakin Tuhan Maha Adil. Itu terbukti dari pengalamannya menunaikan ibadah umrah ke Mekkah, April 2013 lalu. Banyak orang mewanti-wanti bahwa dia akan mendapat celaka di tanah suci karena identitasnya sebagai waria. Nyatanya, anggapan itu juga tak terbukti.
Di paspor miliknya, Maryani tertulis sebagai perempuan. Nyatanya, persoalan itu tak mendatangkan kesulitan sepanjang perjalan umrah. “Alhamdulillah saya diterima di rumah Allah,” katanya.
ANANG ZAKARIA
Berita Terpopuler
Ini Bahasa di Kalangan Waria
Makan Kacang Bikin Umur Panjang
HIPPI Mengajak Masyarakat Cinta Produk Indonesia
Pakai Obat Kumur, Hadiah Nonton Piala Dunia 2014