TEMPO.CO, Bangkok – Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra, memberlakukan Undang-undang Situasi Darurat (National Security Act) di seluruh Bangkok dan sekitarnya, setelah puluhan ribu demonstran yang menginginkan dirinya mundur menduduki sebagian kantor Kementerian Keuangan dan Luar Negeri.
"Tindakan yang dilakukan pemrotes yang mengambil alih Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri dan Departemen Hubungan Masyarakat menyebabkan pegawai negeri tidak bisa bekerja, mengancam stabilitas pemerintah,” kata Yingluck dalam pidato yang disiarkan secara langsung di televisi, Senin malam, 25 November 2013.
Yingluck mengumumkan UU Situasi Darurat akan mencakup seluruh Bangkok dan wilayah sekitarnya. Undang-undang tersebut telah berlaku di tiga distrik yang dianggap rawan di Bangkok sejak bulan Agustus lalu.
Undang-undang itu memungkinkan pejabat untuk menutup jalan, mengambil tindakan terhadap ancaman keamanan, memberlakukan jam malam serta melarang penggunaan alat-alat elektronik di wilayah yang termaksud. Hanya aksi demonstrasi damai yang masih diperbolehkan.
Kota Bangkok nyaris lumpuh di tengah aksi puluhan ribu demonstran anti pemerintah, kemarin. Tak hanya itu, mereka juga menduduki Kantor Kementerian Keuangan Thailand dan Kementerian Luar Negeri, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
Sekitar 30 ribu demonstran bergerak secara simultan menyasar kantor pemerintah, pangkalan militer dan saluran televisi pemerintah.
Aksi demo anti pemerintah yang dimulai sejak bulan lalu, dipicu oleh rancangan undang-undang amnesti yang diajukan pemerintah. RUU tersebut memungkinkan Kakak Yingluck, mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra kembali ke Thailand tanpa terancam hukuman penjara lantaran kasus korupsi tahun 2008.
Meski RUU itu kemudian gagal disahkan, setidaknya untuk saat ini, aksi protes terus meningkat, dengan isu yang kian melebar hingga ke wacana pemakzulan Yingluck yang dianggap banyak orang sebagai kepanjangan tangan Thaksin. Sang kakak yang kini tinggal di Dubai, dianggap banyak mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Yingluck yang menghadapi debat mosi ketidakpercayaan hari ini menegaskan dirinya tidak akan mundur. “Saya tidak berniat untuk mundur atau membubarkan Parlemen,” katanya kepada wartawan.
“Kabinet masih bisa berfungsi meski kami menghadapi beberapa kesulitan. Seluruh pihak telah menunjukkan tujuan politik mereka, kini mereka harus saling berhadapan dan berbicara untuk menemukan solusi secara damai bagi negeri ini,” tambahnya.
Demonstran bergerak menuju 12 gedung pemerintah, termasuk Markas Besar Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand, dan mendesak pegawai negeri untuk bergabung. Demonstran juga minta dukungan militer.
“Kami memprotes secara damai, meniup peluit dan menyerahkan bunga,” kata Suthep Thaugsuban, mantan deputi Perdana Menteri Thailand di bawah pemerintahan Partai Demokrat. Dia kini pemimpin kampanye anti pemerintah.
Kepala Dewan Keamanan Nasional Thailand, Paradorn Pattanathabutr mengatakan sebanyak 180 ribu orang turun ke jalan pada hari Minggu, sementara polisi memperkirakan jumlah massa sebanyak 100 ribu orang. Aksi tersebut merupakan yang terbesar sejak 2010, yaitu ketika Thailand diguncang aksi demo politik paling berdarah yang menewaskan lebih dari 90 warga sipil.
Aksi protes tersebut mengingatkan orang pada hiruk pikuk demo “Kaus Kuning” anti-Thaksin tahun 2008 dimana sempat mengakibatkan Bandara Bangkok tutup.
Sementara itu, di bagian lain Bangkok, sekitar 50 ribu pendukung Thaksin dan Yingluck “Kaus Merah” berkumpul, berjarak sekitar 15 kilometer. Mereka mengancam untuk bertindak jika militer melakukan kudeta.
REUTERS | THE NATION | NATALIA SANTI
Baca juga:
Inilah Negara Eksportir Sapi Selain Australia
Angkasa Pura Siapkan Rp 6,8 M untuk Bandara Halim
Tommy Soeharto Bantah Terima Suap dari Rolls-Royce
Tanpa Australia, Proyek Infrastruktur Tetap Jalan