TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan Koalisi Smoke Free Jakarta, Dollaris Riauaty Suhari, menyebut aparat Pemerintah Provinsi DKI selama ini tidak berani menerapkan sanksi bagi pelanggar kawasan dilarang merokok. Pada tata aturan untuk itu sudah cukup.
Waty mencontohkan pantauannya pada Dinas Olahraga. "Tingkat kepatuhan larangan merokok di gelanggang olahraga milik pemerintah, tinggi. Tapi mereka enggak pede masuk ke sarana milik swasta," kata dia dalam pemaparan di Balai Kota, Rabu, 27 November 2013. "Mungkin mereka mempertimbangkan aspek yuridis," tambahnya.
Waty berharap pada keberanian gubernur dan wakil gubernur untuk mengatasi ini. "Beliau yang harus umumkan," ujarnya. Bahkan, dia mendorong pemprov untuk menentukan sanksi pidana.
Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Kartono Muhammad pun menyayangkan. "Petugas enggak jago kandang, kurang pede menegur, takut jangan-jangan dia anak pejabat," kata dia. Menurutnya, pemprov harus percaya diri karena menegur adalah tugas mereka. "Toh ada dasar hukumnya," lanjutnya.
Yusiono Anwar, Kepala Bidang Penegakan Lingkungan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI mengatakan, peraturan tentang kawasan dilarang merokok sudah ada sejak lama, yaitu Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang pencemaran udara, Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kawasan dilarang merokok, dan Peraturan Gubernur Nomor 50 Tahun 2012 tentang pelaksanaan kawasan dilarang merokok oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Sementara itu, Yusiono menyerahkan soal sanksi bagi pegawai pemerintah maupun pihak swasta yang melanggar kepada pucuk pimpinan di DKI, yaitu gubernur. Bagi pegawai pemprov, aturannya jelas berupa Undang-undang Kepegawaian yang mengharuskan mereka patuh.
Sedangkan bagi swasta, dia mengklaim sudah menempuh berbagai langkah. Mulai dari sosialisasi, lalu pembinaan pemilik gedung untuk menerapkan kawasan dilarang merokok. "Kami datang ke lapangan, beri contoh menempel larangan di mana," kata dia. Setelah itu, BPLHD mengawasi. Apabila pemilik gedung melanggar, mereka akan diberi sanksi peringatan tertulis tiga kali.
Yusiono mengakui peringatan tertulis adalah sanksi maksimal yang pernah diterapkannya. Padahal, masih ada tingkatan sanksi lain yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 50 Tahun 2012, yaitu pengumuman nama pemilik ke media massa hingga pencabutan izin. "Tapi selama ini belum pernah ada yang diumumkan ke media," ujarnya. Apalagi, dicabut izinnya. Padahal, dia mengaku memiliki catatan pelanggaran.
Alasan dia, BPLHD mempertimbangkan faktor ekonomi, yaitu tenaga kerja di gedung tersebut. "Kami harus pikirkan banyak hal," kata dia. Ia juga mengisyaratkan kemandekan terjadi pada pucuk pimpinan. "Kalau Kepala BPLHD mau, ya bisa," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, hasil pengukuran kadar asap rokok di 88 gedung di DKI mengkhawatirkan. Konsentrasi partikel sangat halus dalam asap rokok alias PM 2,5 di kantor pemerintah, mal, hotel, restoran, rumah sakit, sekolah, dan tempat hiburan malam, kadarnya hingga 150 mikrometer. Angka ini melampaui standar toleransi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), yaitu 25 mikrometer.
Jika dirata-rata, konsentrasi PM 2,5 di dalam gedung tidak terpantau kegiatan merokok (no smoking) di Jakarta mencapai 78 mikrometer. Sedangkan, di dalam gedung terpantau kegiatan merokok (smoking) sebesar 195 mikrometer. Jumlah ini bahkan lebih tinggi dari konsentrasi PM 2,5 di udara luar yaitu 186 mikrometer. Di tempat hiburan bahkan mencapai 376,9 mikrogram, berarti lebih dari 10 kali lipat standar WHO.
ATMI PERTIWI
Baca juga:
Pemotor 'Juara' Terobos Jalur Transjakarta
Tiga Opsi Perluasan Bandara Soekarno Hatta
Ahok Terima Sumbangan 30 Bus Transjakarta
Cuaca Hari Ini, Hujan Lebat Hanya di Bogor