TEMPO.CO, Jakarta - Putusan kasasi yang menghukum dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani dan dua koleganya memantik kontroversi. Tiga dokter itu dianggap terbukti lalai sehingga menyebabkan pasien, Julia Fransiska Makatey, meninggal.
Ketika Kejaksaan mengeksekusi putusan itu-dengan menahan dokter Ayu dan satu koleganya, Hendy Siagian-kalangan dokter di sejumlah daerah turun ke jalan, memprotes putusan itu berikut eksekusinya. Kejaksaan pun tak mau disalahkan. "Kami hanya eksekutor putusan itu," kata Kepala Kejaksaan Negeri Manado Yudi Handono kemarin.
Tak puas atas putusan tersebut, dokter Ayu dan dua koleganya telah mengajukan permohonan peninjauan kembali. Upaya luar biasa itu diajukan karena dokter Ayu cs menganggap hakim kasasi telah melakukan kekeliruan penerapan hukum.
Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengatakan kontroversi putusan dokter Ayu ini terjadi karena harmonisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Kesehatan tidak jalan. "Konstruksi hukum KUHP kerap tidak sama dengan ketentuan di bidang medis," kata dia.
Berikut ini poin-poin putusan kasasi dan putusan majelis etik kasus dokter Ayu dan dua koleganya.
PUTUSAN KASASI
Mahkamah Agung menganggap dokter Ayu dan kawan-kawan melakukan kelalaian:
1. Berdasarkan kesaksian saksi, Najoan Nan Narouw, konsultan jaga bagian kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Malayang, ketika pasien Julia Fransiska Makatey masuk ke rumah sakit itu pada pukul 09.00 Wita, ketubannya sudah pecah sejak di puskesmas. Sampai pukul 18.00 WIB, saksi menyebut dokter Ayu, sebagai salah satu dokter yang ditunjuk menangani pasien, hanya melakukan pemeriksaan tambahan "ultrasonografi" dan tidak menyatakan kondisi korban darurat. (Baca: Malpraktek atau Tidak dr Ayu? Lihat Empat Poin Ini)
2. Tindakan medis yang dilakukan dokter Ayu dan koleganya tidak dimasukkan dalam rekam medis.
3. Dokter Ayu dan koleganya tidak mengetahui pemasangan infus dengan jenis obatnya sampai dikeluarkannya resep obat berulang kali hingga ditolak pihak apotek.
4. Ketika memutuskan operasi, dokter Ayu meminta koleganya, dokter Hendy Siagian, memberi tahu pihak keluarga ihwal risiko operasi, tapi dokter Hendy tidak melakukan langkah itu. (Baca: IDI Bantah Dokter Ayu Tidak Minta Izin Operasi)
5. Dokter Hendy menyerahkan lembar persetujuan kepada korban, yang ketika itu sedang kesakitan, untuk diteken. Belakangan, Laboratorium Kriminalistik mengidentifikasi tanda tangan di surat persetujuan itu bukan tanda tangan korban, alias palsu.
6. Dokter Ayu dan koleganya tidak melakukan tindakan persiapan jika sewaktu-waktu korban mengalami keadaan darurat.
PENINJAUAN KEMBALI
Majelis kasasi dianggap keliru menerapkan hukum, Ayu cs harus dibebaskan.
1. Ayu dan dua koleganya sudah melakukan tindakan sesuai dengan prosedur, keilmuan, dan kompetensi.
2. Bahwa dalam tindakan darurat, seorang dokter harus segera melakukan tindakan operasi, tidak perlu pemeriksaan penunjang.
3. Penyebab kematian pasien adalah adanya emboli udara pada jantung yang diakibatkan efek samping pemberian obat anestesi, bukan karena tindakan operasi.
4. Dokter Ayu dan dua koleganya membantah ikut memalsukan tanda tangan pasien.
5. Keterangan saksi ahli selaku Majelis Kehormatan Etik Kedokteran yang sudah memeriksa dokter Ayu dan dua koleganya menyatakan tidak ada kelalaian dalam penanganan pasien.
ANTON A | MUHAMMAD MUHYIDDIN
Berita Terpopuler Lainnya
Tak Mogok, Dokter di RS Fatmawati Kenakan Baju Hitam
Malpraktek atau Tidak dr Ayu? Lihat Empat Poin Ini
Dokter Ayu Menyesal Jadi Dokter
Kriminolog: Vonis MA untuk Dokter Ayu Sudah Tepat
Ada Dokter Digaji Rp 1,2 Juta