TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Azis mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi pada masa krisis di tahun 2008 silam berbeda dengan yang dialami oleh pemerintah saat ini. Pasalnya, saat itu kurs rupiah anjlok, tapi tidak diikuti dengan defisit neraca transaksi berjalan.
“Artinya dulu sektor impor masih terjaga, sekarang tidak. Sekarang produk impor bablas masuk ke pasar kita,” kata dia saat dihubungi, Kamis malam, 28 November 2013. Seperti diketahui, kurs rupiah kemarin anjlok hingga menembus Rp 12 ribu per dolar AS.
Pada empat tahun silam, kurs rupiah anjlok hingga menyentuh level Rp 12 ribu per dolar AS. Saat itu, Indeks Harga Saham Gabungan turun sampai 50 persen.
Azis melanjutkan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini salah satunya disebabkan oleh impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin besar. Terlebih pemerintah belum berencana akan menaikkan harga BBM kembali setelah Juni lalu.
Masih besarnya impor BBM ini tak lepas dari kebijakan pemerintah berupa subsidi energi yang belum sepenuhnya pro-rakyat. Sebab, alokasi subsidi BBM masih sangat besar ketimbang untuk alokasi subsidi yang jauh lebih penting di anggaran pemerintah.
“Hati rakyat tidak dipikat dengan kebijakan yang berkaitan fundamental ekonomi, tetapi dengan jor-joran subsidi BBM,” katanya. “Rakyat yang kasihan. Mereka tidak paham kondisi perekonomian kita yang makin lemah ini.”
Selain persoalan subsidi, Azis mempermasalahkan sikap pemerintah saat ini yang lebih mementingkan barang masuk dari luar negeri ke pasar domestik. Dia menilai mudahnya barang masuk ke Indonesia disebabkan oleh lemahnya lobi politik pemerintah di dunia internasional. Akibatnya, kondisi perekonomian tidak berdiri kuat dan kokoh dalam menjalankan kebijakannya.
Ia juga menyayangkan sikap Bank Indonesia yang tidak mementingkan strategi penguatan nilai rupiah. Harry kecewa dengan kebijakan bank sentral yang hanya menaikkan suku bunga saja.
Subsidi BBM sebesar Rp 36 miliar, menurut dia, telah menekan devisa negara yang saat ini hanya berjumlah Rp 92 miliar. “Tekanan kepada rupiah ini belum termasuk utang swasta yang sebanyak Rp 24 miliar,” katanya.
ALI HIDAYAT
Berita Lain:
Dokter Surabaya Ciptakan Mobil Bertenaga Angin
Intel Dorong IT Sektor Pendidikan dan UKM
Robonaut Rusia Ini ke Luar Angkasa pada 2014
WhatsApp Terpopuler, BBM Masih Jadi Favorit
Mahasiswa ITB Bikin Game Kucing Edan