TEMPO.CO, Jakarta - Guru di sejumlah daerah mempermasalahkan pungutan Persatuan Guru Republik Indonesia yang disebut tak jelas laporannya. Para guru mengaku gaji ke-13 mereka dipotong berdasarkan sejumlah alasan dengan besaran yang berbeda-beda setiap tahun. Potongan itu juga diberlakukan bagi guru yang bukan anggota PGRI.
"Kami pernah protes dan meminta laporannya, tapi tidak ditanggapi," ujar guru SMKN 2 Kota Jambi Aswin, Ahad, 1 Desember 2013. Aswin mengatakan diminta iuran anggota PGRI sebesar Rp 2.000, meskipun bukan anggota organisasi.
Aswin menambahkan, para guru juga sering dimintai pungutan untuk berbagai kegiatan PGRI. "Tapi yang paling sering dimintai justru guru Sekolah Dasar," kata Aswin.
Sementara itu, di Bengkulu para guru juga protes soal pungutan pada gaji ke-13 mereka, pada Juli lalu. "Tahun lalu hanya diminta Rp 35 ribu, tapi tahun ini Rp 150 ribu," kata Guru SMA 1 Bengkulu Tengah Hariyantoni. Pungutan itu, ujar Hariyantoni, bakal digunakan untuk pembangunan gedung baru di tingkat provinsi dan kabupaten.
Hariyantoni juga sering meminta laporan atas berbagai kegiatan PGRI yang menggunakan pungutan guru. "Tapi selalu dijanjikan akan dilaporkan pada konferensi daerah," kata dia.
Ketua PB PGRI Sulistyo, menyatakan pungutan itu harusnya dilakukan sesuai dengan kesepakatan. Selain itu, pungutan seharusnya juga hanya dikenakan bagi guru yang resmi menjadi anggota PGRI. "Kalau bukan anggota harusnya jangan mau dimintai," kata Sulistyo kepada Tempo.
Menurut dia, selain pungutan resmi keanggotaan Rp 2.000 per bulan, bisa saja ada pungutan lain yang dilakukan. "Sesuai dengan musyawarah masing-masing daerah," ujar Sulistyo. Dia menyebutkan PGRI bisa memungut sumbangan untuk kegiatan ataupun pembangunan gedung.
SUBKHAN
Berita Terpopuler:
Aktor Paul Walker Meninggal dalam Kecelakaan Mobil
Ditanya Soal Gaji, Indra Sjafri Menangis
Cerita Indra Sjafri Tentang Pemain Titipan
Dukungan Megawati untuk Jokowi Makin Menguat
2015, Bekasi-Kuningan 39 Menit dengan Monorel