TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi tahun kalender (Januari-November) 2013 sebesar 7,79 persen. Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, dengan tingkat inflasi yang baru mencapai angka itu, maka kemungkinan inflasi sepanjang tahun ini bisa di bawah 9 persen.
"Saya yakin inflasi bisa di bawah 9 persen. Kalau ada intervensi, bisa lebih kecil lagi. Tapi kalau tidak diintervensi, bisa lebih besar," kata Sasmito di kantor BPS, Senin, 2 Desember 2013.
Pemerintah menargetkan inflasi year on year tahun ini bisa mencapai 9,2 persen. Angka itu lebih besar dibandingkan angka inflasi yang disepakati dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013 sebesar 7,2 persen. Namun pemerintah mengaku yakin inflasi tahun ini tidak akan mencapai 9 persen.
BPS mengumumkan inflasi pada November sebesar 0,12 persen. Penyebab utama inflasi pada November adalah kenaikan tarif dasar listrik yang memberikan andil 0,09 persen. Selain itu, bawang merah memberikan andil 0,06 persen, jeruk 0,02 persen, dan sewa rumah 0,02 persen.
Perkembangan harga berbagai komoditas pada November 2013 secara umum menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 66 kota, terjadi inflasi 0,12 persen. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari-November) 2013 besarnya 7,79 persen dan tingkat inflasi year on year (November 2013 terhadap November 2012) sebesar 8,37 persen.
Meski cukup rendah, inflasi November itu masih sedikit lebih tinggi daripada inflasi Oktober sebesar 0,09 persen (month on month), 8,32 persen (year on year) dan 7,66 persen (kalender). Menurut Suryamin, dari 66 kota yang dihitung indeks harga konsumennya, sebanyak 38 kota mengalami inflasi, sementara sisanya mengalami deflasi. "Jadi, ini masih ada peluang untuk inflasi ditekan lebih rendah," ujarnya.
Kota yang paling tinggi inflasinya bulan lalu adalah Maumere, yakni sebesar 1,54 persen. Sementara yang terendah adalah Mataram dan Sibolga, yaitu 0,03 persen. Adapun kota yang mengalami deflasi paling besar adalah Sorong dengan -1,29 persen. "Deflasi ini karena angkutan udara menurun tarifnya. Selain itu, komoditi pangan seperti bawang dan sayuran juga turun," kata Suryamin.
ANGGA SUKMA WIJAYA