TEMPO.CO, Jakarta - Kasus penyadapan yang menimpa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta pejabat negara lainnya membuat negeri ini gempar. Padahal, menurut Kepala Balai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Irwan Rawal Husdi, belum jelas isi percakapan yang disadap.
Kepada Satwika Movementi dari Tempo, Irwan memaparkan gambaran mengenai proses penyadapan. Dia juga memberi tip apa yang bisa dilakukan untuk menangkal penyadapan. Berikut isi wawancara yang dilakukan Satwika,
Bagaimana terjadinya penyadapan?
Penyadapan umumnya terjadi karena adanya saluran komunikasi yang bocor, lalu diketahui oleh penyadap. Saluran ini sifatnya terbuka, baik melalui jaringan Internet maupun jalur kabel.
Ketika informasi berhasil disadap, tidak serta-merta bisa diterjemahkan. Untuk mengetahui isi percakapan harus dilakukan proses coding untuk mengenkripsi atau membaca sandi.
Enkripsi standar, sandi mudah dibaca. Namun, komunikasi dengan tingkat keamanan berlapis, tidak mudah untuk membacanya. Kalau sandi tidak berhasil dibuka, informasi tak bermakna.
Artinya, dibutuhkan keahlian khusus?
Betul. Ibaratnya begini. Jika kita lupa kombinasi angka untuk membuka kunci koper, tentu bisa dicoba, tapi ada jutaan kemungkinan. Sama dengan enkripsi di penyadapan. Berapa lama bisa menerjemahkan percakapan yang disadap.
Alat apa yang biasa digunakan?
Ada beberapa. Misalnya, untuk menyadap ponsel, ada alat yang dipasang di jaringan. Alatnya terdiri atas perangkat di jaringan information technology, misalnya simpul penyalur data, switch, atau router. Karena sinyal ponsel memancar ke segala arah, sinyal bisa ditangkap.
Untuk mendengarkan percakapan, bisa menggunakan aplikasi khusus. Namun, data yang masuk sifatnya masih kasar, belum terenkripsi atau masih apa adanya.
Banyak alat penyadap dijual, ini artinya semakin mudah?