TEMPO.CO, Melbourne - Menjaga sperma dari ejakulasi menjadi kunci terciptanya obat bagi pria yang ingin mencegah kehamilan. Terobosan ini ditemukan dalam sebuah studi pada tikus. Studi ini nantinya menawarkan harapan bagi metode baru alat kendali kelahiran untuk pria.
“Pencarian kontrasepsi pria yang layak telah menjadi tantangan medis selama bertahun-tahun," kata Sabatino Ventura dari Monash University, Australia, seperti dikutip dari Livescience, 2 Desember 2013. Ia bersama timnya menulis laporan ini dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Dibandingkan dengan kontrol kelahiran pada perempuan, versi kontrol pada laki-laki adalah tantangan biologis. Alih-alih menghentikan satu telur, pengendalian kelahiran pada laki-laki harus menghentikan setiap 1.500 sel sperma tiap detik. Tes awal membuktikan bahwa metode hormonal ternyata tidak efektif karena terlalu banyak efek samping yang ditimbulkan. Upaya untuk menghentikan produksi sperma juga sama sulitnya.
Studi baru ini mencoba memblokir transportasi sperma itu. Sperma disimpan pada epididimis yang berada di dalam testis. Ketika seorang pria berejakulasi, otot polos mendorong sperma dari epididimis itu. Sperma kemudian menuju tabung vas deferens lalu ke uretra dan akhirnya keluar dari tubuh. Reseptor pada otot menerima sinyal dari hormon untuk kontraksi, sehingga sperma bisa keluar.
Usaha sebelumnya untuk memblokir reseptor akan mengakibatkan penurunan kesuburan pria. Tetapi sebetulnya tidak sepenuhnya begitu. Tikus jantan yang reseptornya diblokir masih bisa memiliki keturunan lebih dari 50 persen dari kemampuannya.
Dalam studi ini, para peneliti membesarkan tikus yang reseptornya dikurangi. Mereka menemukan bahwa tikus betina tanpa reseptor masih bisa bereproduksi seperti biasa. Tetapi pada tikus jantan, mereka tak pernah bisa memiliki keturunan.
Tikus jantan tanpa reseptor tetap menghasilkan sperma normal. Ketika sperma ini diambil dan kemudian digunakan untuk inseminasi buatan, maka ia dapat menghasilkan bayi tikus normal. Hanya saja ketika reseptor dikurangi, saluran vas deferens tidak berkontraksi secara normal menanggapi rangsangan. Tetapi tidak menyebabkan gerakan sperma terhenti.
Nantinya, bentuk kontrasepsi khusus pria ini dapat dikonsumsi dalam bentuk pil. Salah satunya adrenoseptor sudah ada di pasaran untuk mengobati pembesaran prostat jinak. Namun, obat yang menghalangi reseptor lainnya, yaitu P2X1 masih perlu dikembangkan dan diuji efektifitasnya.
LIVESCIENCE | ISMI WAHID