TEMPO.CO, Jakarta - M. Assegaf, pengacara mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq, gamang menghadapi sidang vonis kliennya yang bakal digelar sore ini, Senin, 9 Desember 2013. Ia pesimistis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bakal membebaskannya dari tuntutan jaksa.
"Saat Pengadilan Tipikor pertama menangani kasus, sayalah yang membela. Klien dinyatakan bersalah dan tidak ada yang bebas sampai sekarang," ujar Assegaf saat dihubungi melalui telepon selulernya, Senin pagi, 9 Desember 2013.
Namun, yang bikin Assegaf semakin galau, empat hakim yang menyidang kliennya adalah anggota sidang perkara yang sama dengan terdakwa lainnya, yakni Muhammad Fathanah serta dua Direktur PT Indoguna, yakni Juard Effendy dan Arya Abdi Effendy. Ketiga terdakwa kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi itu sudah divonis bersalah oleh hakim. Dalam pembacaan vonis, Luthfi sudah dinyatakan terlibat.
"Anda bisa bayangkan saya seorang lawyer akan masuk ke gelanggang persidangan, tetapi sudah tahu bahwa klien saya divonis bersalah," ucapnya.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman penjara 18 tahun dan denda Rp 1,5 miliar kepada Luthfi Hasan Ishaaq. Tuntutan itu merupakan akumulasi hukuman kejahatan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang didakwakan kepada Luthfi. Jaksa menganggap pertimbangan yang memberatkan hukuman Luthfi sebagai pejabat publik.
Dalam pengurusan kuota impor daging, Luthfi diduga mempengaruhi Menteri Pertanian Suswono, yang juga kader PKS, untuk memberikan tambahan kuota kepada PT Indoguna Utama. Untuk penambahan kuota ini, Luthfi dijanjikan komisi Rp 40 miliar. Dalam soal tindak pidana pencucian uang, Luhtfi dituduh bersalah lantaran tak melaporkan sebagian rekening bank atas namanya ke KPK.
Assegaf mengatakan tidak mungkin para hakim berbeda pendapat dari sidang sebelumnya. Olehnya itu, ia kecewa dengan sistem pembagian hakim dalam perkara suap impor daging. Mereka yang sudah menyidang kasus yang sama dengan terdakwa yang berbeda seharusnya tidak lagi dilibatkan dalam persidangannya. "Apa mungkin mau menjilat ludahnya, ini bukan pengadilan tapi penghukuman," ucap dia.
Meski pesimistis, Assegaf tetap meminta hakim memperhatikan fakta-fakta persidangan yang patut dipertimbangkan.
TRI SUHARMAN
Berita Terpopuler Lainnya
Jokowi-Ahok Kumpul di Rumah Megawati
Artijo, Hakim 'Killer' di Mata Koruptor
Ini yang Membuat Mandela Kagum pada Fidel Castro
Alasan Obama Ogah Pakai iPhone
Ini Koleksi Vila Para Jenderal di Citamiang