TEMPO.CO, Madiun - Sebanyak 33 pedagang asongan mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menentang larangan berjualan di dalam stasiun oleh PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VII Madiun, Jawa Timur. Lebih-lebih penertiban pedagang itu melibatkan aparat Tentara Nasional Indonesia.
"Jalan masuk ke stasiun diblokade oleh tentara, ini seperti membenturkan kami dengan TNI," kata Hadi Suloso, salah seorang pedagang, saat dengar pendapat dengan anggota DPRD Kota Madiun dan PT KAI Daops VII Madiun di kantor Dewan setempat, Selasa, 10 Desember 2012.
Menurut Hadi, penutupan akses masuk ke dalam stasiun telah mematikan mata pencaharian para pedagang asongan. Sebab, para pedagang makanan dan minuman kemasan terpaksa tidak jualan karena dihalang-halangi masuk stasiun. "Kami tidak bisa memberi makan anak-istri," kata Hadi.
Para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Asongan Stasiun Madiun (PASMA) itu mendesak agar PT KAI tetap membuka ruang kerja bagi mereka. Apalagi, kata Hadi, para pengasong ikut memberi kenyaman bagi penumpang kereta api. "Kami ikut membersihkan stasiun. Saat ada penumpang mau turun, kami juga menyiapkan tangga (kayu) di bawah pintu kereta," ujarnya.
Keluhan para pengasong itu mendapat dukungan dari kalangan DPRD Kota Madiun. Tutik Endang Sri Wahyuni, anggota Komisi Ekonomi DPRD, menyatakan para pedagang keliling di dalam stasiun kereta api seharusnya tetap diberi kesempatan mencari rezeki. "PT KAI jangan seenaknya, karena ini menyangkut masalah perut. Kalau memang ada peraturan yang melarang pedagang berjualan di stasiun, harus ada solusinya," kata Tutik.
Wakil Kepala Daops VII Madiun Hasim Suwondo mengatakan, sterilisasi stasiun dari para pengasong merupakan pelaksanaan Instruksi PT KAI Nomor 2/LL.m006/KA Tahun 2012. Tujuannya untuk memberikan kenyaman bagi para penumpang kereta api. "Kami tetap akan menertibkan pedagang. Kami belum punya solusi untuk pedagang," katanya.
NOFIKA DIAN NUGROHO