TEMPO.CO, Surabaya - Persoalan penentuan upah minimum kabupaten/kota yang tak kunjung tuntas membuat pusing Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur, Alim Markus. "Saya ini sudah mabuk, pusing (memikirkan UMK)," kata Alim saat ditemui wartawan di sela-sela acara "Temu Responden 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur" di Surabaya, Senin, 9 Desember 2013.
Menurut Alim, hanya Indonesia yang selalu mempermasalahkan upah minimum kabupaten/kota setiap tahun. Apalagi, ternyata upah di Surabaya ditetapkan di atas inflasi Jakarta. "Ini kan sudah ngawur. Kita ini susah. Cuma di Indonesia saja negara yang ubek-ubek UMK," ujarnya.
Alim mempertanyakan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78 Tahun 2013 yang sudah disahkan. Presiden Direktur Maspion Group ini pun membandingkannya dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Jika upah minimum Jakarta hanya naik 10 persen dan inflasi sudah tercakup di sana, maka upah minimum di Surabaya sebesar Rp 2,2 juta dia nilai terlalu tinggi.
Karena itu, ia meminta agar rumusan upah minimum bisa diubah setidaknya seperti di era Presiden Gus Dur. Saat itu, upah minimum ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui menteri tenaga kerja.
PT Maspion sendiri, kata Alim, sedang mempertimbangkan untuk merelokasi beberapa pabriknya ke Ngawi dan Madiun yang upah buruhnya lebih murah. Investasi untuk relokasi pabrik diperkirakan mencapai Rp 100-200 miliar. Ia juga tengah mencari tanah untuk industri seluas 20 hektare untuk memindahkan sejumlah grupnya di lokasi yang terhubung dengan akses tol. "Kalau ada tanah (di Madiun dan Ngawi), silakan tawarkan ke Alim Markus," ujarnya.
AGITA SUKMA LISTYANTI