TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menganggap langkah Markas Besar Kepolisian RI yang menunda kebijakan jilbab untuk polisi wanita tak melanggar hak asasi manusia. "Sama sekali tidak ada pelanggaran HAM," kata komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, saat dihubungi Tempo, Jumat, 13 Desember 2013.
Ia mengatakan, Pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa hak asasi bisa diatur dengan undang-undang. Adapun dalam penggunaan seragam untuk anggotanya, Polri pun mengaturnya dalam Undang-Undang Kepolisian dan turunannya.
Termasuk peraturan Kepala Polri yang tengah dipersiapkan sebagai payung hukum penggunaan jilbab polwan. "Jadi, ini hanya penundaan. Sambil menunggu peraturan itu, tidak ada pelanggaran HAM," ujar Pigai. Menurut dia, penggunaan jilbab polwan memang harus diatur melalui peraturan Kapolri agar ada keseragaman mengingat Kepolisian adalah institusi negara.
Komisi, kata Pigai, terus mengikuti perkembangan rencana penerapan kebijakan jilbab polwan. Dia mengatakan, Komnas memahami alasan penundaan kebijakan seperti yang diungkapkan Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Oegroseno, yaitu menunggu peraturan Kapolri agar penerapannya seragam. "Artinya, tidak ada pelanggaran. Jadi, sebaiknya dilihat juga secara objektif."
Sebelumnya, Partai Demokrat menganggap alasan Polri menunda kebijakan pemakaian jilbab untuk polwan mengada-ada. Anggota Dewan Pembina Demokrat, Melanie Leimena Suharli, mengatakan langkah Korps Bhayangkara itu melanggar hak asasi manusia.
Baca Juga:
"Ini sangat bertentangan dengan prinsip HAM sesuai yang tertuang dalam UUD 1945," kata Melanie, melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 13 Desember 2013. "Kami sangat menyesalkan penundaan penggunaan jilbab polwan ini."
Seusai Sutarman mengeluarkan izin pemakaian jilbab pada 28 November lalu, Oegroseno dan Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Imam Sudjarwo mengeluarkan telegram rahasia ke seluruh satuan polisi yang menerangkan penundaan izin pemakaian jilbab.
Atas alasan ketidakseragaman dan belum adanya anggaran, Polri menyatakan masih mengusahakan pengadaan jilbab ke Dewan Perwakilan Rakyat. Polri juga menilai kebijakan ini mesti mempertimbangkan sejumlah aspek, termasuk etika pemakaian jilbab yang dipadankan dengan pakaian dinas polwan yang ketat.
PRIHANDOKO