TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Standardisasi Nasional menyatakan telah memasukkan draf Rancangan Undang-Undang Standardisasi dalam program legislasi nasional DPR RI.
“Kami sudah masukkan draf RUU Standardisasi itu dalam prolegnas (program legislasi nasional), semoga bisa segera dibahas dan ditetapkan tahun 2014 mendatang,” Kepala Sub-Bidang Partisipasi Masyarakat Badan Standardisasi Nasional Budi Triswanto kepada Tempo di sela peresmian Zona Standar Nasional di Taman Pintar, Yogyakarta, Senin, 16 Desember 2013.
Menurut dia, posisi Undang-Undang Standardisasi itu menjadi krusial mengingat Indonesia segera menghadapi pasar bebas ASEAN atau penyatuan masyarakat ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) pada 2015.
“Undang-undang ini bisa menjadi semacam technical barrier (filter) bagi serbuan produk asing ke Indonesia yang kian marak,” kata dia.
Tanpa adanya aturan standardisasi, kata Budi, sejumlah perusahaan atau investor dapat secara liar melakukan penetrasi pasar Indonesia yang sangat potensial. “Kita paling potensial di kawasan ASEAN, dengan 230 juta penduduk,” kata dia.
Pasar potensial itu dapat menjadi penghambat perkembangan ekonomi ketika hanya menjadi penerima pasif atas berbagai produk asing yang masuk. Yang lebih membuat khawatir, lolosnya produk luar yang tak hanya mematikan jutaan usaha mikro-kecil-menengah. “Tapi juga penggunaan produk tanpa standar jelas dan tak diketahui kualitasnya, karena harga yang dibanderol saling bersaing lebih murah,” kata Budi.
Mengenai aturan standardisasi nasional itu, sebenarnya Badan Standardisasi Nasional berada dalam situasi dilematik. Sebab, di satu sisi, meski dapat menjaga keamanan dan keselamatan konsumen Indonesia, di sisi lain, kebijakan itu cenderung lebih bisa diakses oleh pengusaha menengah ke atas.
Salah satu penyebab ketimpangan perolehan akses atas peraturan itu yakni harga proses uji standardisasi yang dinilai mahal. Untuk satu produk berukuran kecil saja, misalnya helm, harga satu kali proses uji standardisasi sekitar Rp 20 juta. “UMKM kita apa sudah mampu mengakses proses standardisasi itu?” kata dia yang pesimistis jika anggaran itu ditalangi pemerintah.
Sampai saat ini, yang menyetujui standardisasi itu baru perusahan level menengah dan besar. Jalan keluarnya, menurut Budi, jika sudah sah menjadi undang-undang, konsep standardisasi itu bisa diikuti daerah dalam bentuk peraturan daerah. “Daerah bisa mendesain program sendiri, untuk perlindungan UMKM-nya,” kata dia.
Sampai sekarang, Badan Standardisasi Nasional telah memverifikasi sekitar 500 lebih item yang lolos standardisasi. Dari jumlah itu, sebanyak 270 item merupakan produk yang wajib distandardisasi.
PRIBADI WICAKSONO