TEMPO.CO, Jakarta - Sentimen negatif yang berkembang menjelang pertemuan Komite Ekonomi Federal (FOMC Meeting) membuat pelaku pasar memborong dolar. Di transaksi pasar uang hari ini, rupiah terdepresiasi 20 poin atau 0,17 persen ke level 12.125 per dolar Amerika. Rupiah kembali bergerak melawan arah mata uang regional yang cenderung menguat terhadap dolar Amerika.
Analis pasar uang dari PT Harvest International Futures, Tonny Mariano, mengatakan pelaku pasar memburu dolar menjelang pertemuan FOMC Meeting yang akan dimulai Rabu, 17 Desember, waktu Amerika Serikat. "Pertemuan itu diyakini bakal memutuskan untuk mengurangi pengucuran stimulus moneter (tapering) mulai akhir tahun."
Membaiknya data-data perekonomian di Amerika masih menjadi faktor utama yang melatarbelakangi pentingnya pemangkasan stimulus senilai US$ 85 miliar dolar per bulan. Namun, belum turunnya angka pengangguran ke level 6,5 persen membuat tapering masih teka-teki. Kondisi ini kemudian menimbulkan reaksi pasar untuk cenderung mencari aman dengan memburu dolar.
Menurut Tonny, pergerakan rupiah berbeda dengan mata uang Asia lainnya. Rupiah lebih volatil dan kerap berlawanan arah dengan pergerakan mata uang lainnya, karena karakteristik investor dolar di Indonesia juga berbeda. Mereka mudah panik ketika ada sentimen negatif, sehingga kerap mengambil posisi spekulatif. "Aksi tersebut kemudian menyebabkan likuiditas dolar kering dan ujung-ujungnya nilai tukar rupiah melemah."
Data-data ekonomi dalam negeri yang memburuk serta belum adanya efek kebijakan pemerintah untuk mengatasi defisit transaksi berjalan, menjadi alasan bagi mereka untuk terus memeluk dolar.
PDAT | M. AZHAR