TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mentargetkan pada 2014 sebanyak 90 persen desa di 18 kecamatan menjadi desa mandiri energi melalui teknologi biogas kotoran ternak.
”Kami mentargetkan sebanyak 120 dari 140 desa di Gunungkidul pada tahun depan sudah menjadi desa mandiri energi,” kata Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi, kepada Tempo, Selasa, 16 Desember 2013.
Immawan menuturkan, populasi ternak, khususnya sapi, di Gunungkidul, selama ini melimpah dibanding kabupaten lain di DIY. Dengan populasi sapi mencapai 140 ribu ekor, pengembangan biogas mudah tercapai.
Untuk kebutuhan pembiayaan, kata Immawan, anggaran Rp 200 juta yang dikucurkan tahun ini mampu menggerakkan sekitar 15 keluarga untuk membangun instalasi biogas. ”Yang penting sudah ada bahan baku. Kini tinggal membantu peralatan dan melatih SDM-nya agar mau bergerak,” kata dia.
Biogas, ujar Immawan, menjadi satu terobosan yang akan digarap serius untuk mengangkat kesejahteraan warga. “Adanya hanya ternak, jadi kami optimalkan itu. Baik untuk pupuk, juga bahan bakar pengganti minyak tanah atau gas komersial,” kata dia.
Kepala Subbidang Sarana dan Prasarana, Dinas Peternakan Gunungkidul, Suseno Budi, menjelaskan dalam penerapan biogas di masyarakat, kendalanya hanya ketekunan pengolahan. Di beberapa desa yang menjadi sampel, terbukti penggunaan biogas kotoran ternak mampu menghemat pengeluaran warga dalam konsumsi energi.
Yang menjadi kendala lain adalah ketersediaan air sebagai pencampur kotoran sebelum masuk tangki pengolah. ”Untuk daerah sulit air, ini jadi kendala, meski sebetulnya kebutuhan airnya tidak besar,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO