TEMPO.CO, Jakarta - Surat kabar Pontianak Post pada 5 November 2013 itu menjadi bahan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat untuk mencokok Ignatius Madar dan Hanapi. Keduanya belakangan diketahui sebagai pemakan orang utan. Mereka ditangkap pada 7 November 2013 dengan tuduhan membunuh orang utan dan memakan dagingnya.
Junaidi, yang ikut membantu Hanapi menyembelih binatang itu, ditangkap keesokan harinya. Ketiganya langsung dijebloskan ke Rumah Tahanan Kelas II A Pontianak. Di kemudian hari, penahanan terhadap para pemakan orang-utan itu langsung menuai kecaman. Sebab, penangkapan itu tidak disertai surat izin penggeledehan dari pengadilan.
Tak terima dengan langkah penahanan ini, Ignatius dan Hanapi mengajukan gugatan praperadilan kepada polisi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat. Mereka menunjuk Andel sebagai pengacara mereka. Namun, Junaidi memilih pasrah.
Kuasa hukum BKSDA, Rudi Priyatno, mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan keduanya memenuhi unsur-unsur membunuh orang utan. Sebab, ketika ditemukan, orang utan itu dalam keadaan sekarat. "PPNS lalu menetapkan keduanya sebagai tersangka dan melayangkan surat ke kepolisian untuk melakukan penangkapan dan penahanan," kata Rudi.
Sidang berlangsung sepekan lebih dimulai pada 26 November 2013. Setiap sidang, dukungan terhadap Ignatius Madar dan Hanapi menyeruak. Sidang mereka dihadiri banyak pengunjung. Dukungan berasal dari komunitas orang Dayak. Salah satunya Karolin Margaret Natasa, anggota DPR RI dan putri Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, M.H.
“Jangan karena kelalaian pihak tertentu, rakyat menjadi korban,” kata Karolin di sidang praperadilan itu pada 29 November 2013.
Karolin tak menyangkal bahwa orang utan merupakan satwa yang dilindungi. Namun, kata Karolin, masyarakat menyantapnya lantaran tidak mengetahui bahwa ada larangan menyantap orang utan. “Ketidaktahuan masyarakat ini karena kurangnya edukasi yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait,” ujarnya.
"Bagi kami, orang Dayak makan orang utan itu biasa karena akar budayanya dari hutan," kata Karolin menambahkan. "Nasib orang Dayak, makan bangkai saja dipidana," kata dia menambahkan.
Sidang praperadilan yang dipimpin oleh Erwin Tjong di Pengadilan Negeri pada 3 Desember 2013 ini pun mengabulkan gugatan kedua tersangka. "Untuk itu pengadilan memutuskan agar kedua pemohon dibebaskan dari tahanan," kata Erwin Tjong.
Menurut Erwin, dasar keputusannya adalah saat penggeledahan di kediaman Hanapi dan Ignatius, petugas penyidik pegawai negeri sipil tidak melengkapi diri dengan surat perintah dari pengadilan. Selain itu, keluarga tersangka juga tidak diperlihatkan surat perintah penahanan.
"Saya akan masak ayam buat merayakan putusan ini. Kami sekeluarga bahagia setelah mencari keadilan selama sebulan," kata Anem Anak Yok, 52 tahun, istri Hanapi.
ASEANTY PAHLEVI
Terpopuler
4 Gonjang Ganjing Setelah Atut Jadi Tersangka
Marah, Pembela Atut Bubarkan Wawancara Televisi
Setelah Atut, KPK Nyanyi 'Kapan-kapan' untuk Airin
Kisah Mencari Ratu Atut: Salam Dibalas Hardikan
Hari ini Ratu Atut Diincar DPRD di Paripurna
Atut dan Wawan Tersangka, Banten Bebas Korupsi?