TEMPO.CO, Yogyakarta - Lokasi pabrik bijih besi di pesisir selatan Kulon Progo mundur 3 kilometer dari landasan pacu (runway) calon bandar udara baru. Sebab, cerobong asap pabrik, bila di lokasi awal, dikhawatirkan mengganggu penerbangan.
Upaya itu berkaitan dengan jaminan keamanan atas kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP). Lokasi pabrik yang dikelola PT Jogja Magasa Iron (JMI) ada di Desa Karangwuni, Kecamatan Wates. Sedangkan lokasi bandara di Kecamatan Temon.
”Jadi dijaga bangunan pabriknya sejauh 3 kilometer dari ujung runway,” kata Direktur Sumber Daya Manusia dan Community Development PT JMI, Heru Priyono, yang dihubungi Tempo, Jumat, 20 Desember 2013.
Jarak 3 kilometer itu merupakan jarak yang disampaikan Kementerian Perhubungan kepada pemerintah DIY yang disepakati PT JMI dan PT Angkasa Pura I. Sebelumnya, lokasi pabrik ada di sisi timur calon lokasi bandara, berjarak kurang dari 3 kilometer. ”Dengan kesepakatan itu, otomatis mengubah layout pabrik. Jadi digeser ke barat wilayah kontrak karya, sejauh 3 kilometer dari ujung runway,” kata Heru.
Sebelumnya, jajaran direksi PT JMI bertemu Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X pada 19 Desember di Kepatihan Yogyakarta. Pertemuan itu membahas presentasi JMI tentang perkembangan pabrik.
Direktur Utama PT JMI Hendra Surya membantah jika pihaknya disebut mengalah untuk menggeser lokasi pabrik demi pembangunan bandara. ”Bukan mengalah. Tapi kami setuju mencari solusi untuk semua pihak. Karena JMI tak bisa mengusulkan, hanya bisa menyesuaikan,” kata Hendra saat ditemui di bangsal Kepatihan, Kamis sore, 19 Desember 2013.
Berkaitan dengan KKOP, JMI menyatakan belum tentu usulannya bisa diterima atau tepat untuk bandara. Pertemuan antara JMI dan Angkasa Pura telah dilakukan beberapa kali. Saat ini, JMI menunggu undangan pertemuan selanjutnya.
Sultan menambahkan, titik didih yang ditimbulkan dalam pengolahan dan pemurnian di pabrik itu mencapai 1.600 derajat Celsius. Dengan demikian, lokasi pabrik harus mundur 3 kilometer. ”Enggak mungkin terlalu dekat (dengan bandara). Tapi sama minta di-clear-kan. Saya minta Kementerian memberi putusan pasti. Tidak hanya teknis kesepakatan,” kata Sultan.
Target pembangunan pabrik bijih besi akhir tahun ini adalah penyelesaian amandemen studi kelayakan (feasibility study) dan izin mendirikan bangunan (IMB). ”Awal tahun mudah-mudahan bisa ground breaking (memulai pembangunan) pabrik dan konstruksinya,” kata Hendra.
Pabrik seluas 225 hektare itu diharapkan mampu memproduksi bijih besi dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Hasil itu diharapkan dicapai pada 2017.
PITO AGUSTIN RUDIANA