TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajukan pertanyaan ihwal fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, saat keduanya bertemu di kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2013.
"Apakah ke depan ini sebaiknya difungsikan seperti dahulu lagi, walaupun tidak persis seperti Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen?" kata Yusril seusai pertemuan, mencontohkan pertanyaan yang diajukan SBY.
Kepada SBY, Yusril menyatakan MPR sebaiknya difungsikan kembali sebagai lembaga tertinggi negara. Paling tidak, kata dia, untuk mengatasi sebuah keadaan yang disebut krisis konstitusi. "Krisis yang terjadi pada sebuah negara, tapi tidak ada jalan keluar konstitusional untuk mengatasinya," ujarnya.
Yusril mencontohkan krisis konstitusi apabila Komisi Pemilihan Umum gagal menggelar pemilu sampai 1 Oktober 2014. Pada kondisi semacam itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan MPR tak bisa dilantik. Padahal, masa jabatan dewan dan majelis itu tidak bisa diperpanjang.
Yusril menganggap ada kondisi vakum pada saat semacam itu. "Dan tidak ada institusi yang bisa memperpanjang (masa jabatan mereka)," katanya.
Contoh krisis konstitusi lainnya, kata Yusril, adalah manakala KPU gagal melantik presiden dan wakil presiden baru hingga 20 Oktober 2014. Padahal, jabatan presiden beserta kabinet berakhir. "Tidak ada lembaga yang dapat memperpanjang masa jabatan presiden dan tidak ada lembaga yang dapat menunjuk pejabat presiden seperti yang terjadi pada 1967," ujar dia.
PRIHANDOKO
Topik Terhangat
Atut Ditahan | Natal dan Tahun Baru | SEA Games | Jokowi Nyapres | Petaka Bintaro
Berita Terkait
Jokowi Kembali Gelar Pesta Pergantian Tahun
Ribuan Polisi Amankan Gereja di Jember-Bondowoso
Tahun Baru, Satpol PP Kerahkan 1.500 Personel
Natal, Polres Jakut Turunkan 1.100 Personel
28 Desember, Puncak Arus Penumpang Menyeberang ke Bali